Kisah Pilu Pekerja Indonesia yang Ubah Aturan Australia

Round-up

Kisah Pilu Pekerja Indonesia yang Ubah Aturan Australia

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 02 Mei 2019 22:05 WIB
Kasus Pekerja Indonesia Jadi Alasan Perubahan Aturan di Australia. (Foto: ABC Australia)
Canberra - Kisah pilu Rizky Oktaviana, pekerja asal Indonesia di Australia menjadi contoh di negeri Kanguru untuk mengubah peraturan soal perburuhan. Setelah aturan itu diubah, pekerjaannya menjadi lebih baik.

Awal kasus ini bermula ketika Rizky mendapat pekerjaan sebagai pemetik buah di Australia. Sayangnya, Rizky mendapat perlakukan buruk.

Sebelum menjadi pemetik buah, Rizky berprofesi sebagai awak kapal di Afrika Selatan. Dia sudah bekerja selama 18 bulan tanpa bayaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rizky sempat dijanjikan untuk bekerja di Australia. Namun, pada bulan Desember 2017, nasibnya tak berubah.

Setelahnya, Rizky mendapat pekerjaan sebagai pemetik buah cheri, apel dan buah lainnya di empat perkebunan di negara bagian Victoria selama enam bulan. Upah yang diterimanya jauh di bawah upah minimum di Australia atau upah $AUD 50 (sekitar Rp 500 ribu) untuk pemetikan satu kantong besar.

Rizky mengatakan, tempatnya bekerja juga jauh dari kata layak. Tidak ada fasilitas toilet dan harus buang air di ladang

"Kadang mereka membayar saya satu jam $AUD 17, kadang dibayar per biji buah yang dipetik," katanya kepada kantor berita Australia AAP, mengutip ABC Indonesia.

"Tapi ketika buah yang saya petik banyak, mereka lalu membayar saya dengan hitungan per jam, bukan per kantong," katanya.



Kasus yang dialami oleh Rikzy Oktaviana ini kemudian dijadikan contoh oleh Pemerintah Victoria guna mengubah aturan perburuhan. Menteri Utama (Premier) Victoria Daniel Andrews mengangkat kasus Rizky ini dalam akun Facebooknya pada hari Kamis (2/5).

"Rizky Oktaviana datang ke Victoria untuk mencari penghidupan yang lebih baik," tulis Dan Andrews.

"Namun Rizki justru mendapat perlakuan buruk karena posisinya yang lemah," sambungnya.

Oleh karena itu sejak hari Senin (29/4/2019), seluruh penyedia tenaga kerja di bidang pertanian harus memiliki lisensi. Para penyalur tenaga kerja ini juga harus melewati pemeriksaan terkait penyediaan akomodasi, tempat kerja yang memadai, dan bila melanggar bisa dikenai denda maksimal $AUD 500 ribu (sekitar Rp 5 miliar).

"Kita akan menghukum operator yang tidak benar, dan melindungi pekerja karena tidak seorang pun di Victoria pantas mendapat perlakuan buruk," kata Dan Andrews lagi.

Sejak kejadian yang dialaminya, Rizky Oktaviana sekarang sudah bekerja di sebuah peternakan ayam yang tidak melanggar hukum.

"Saya tidak mau orang lain mendapatkan perlakuan buruk di tempat kerja," katanya.
Halaman 2 dari 2
(idn/gbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads