Diketahui bahwa UEA dan Arab Saudi memimpin koalisi militer melawan kelompok pemberontak Houthi -- yang didukung Iran -- yang kini menguasai sejumlah wilayah di Yaman, termasuk ibu kota Sanaa. Koalisi militer itu juga terdiri atas pasukan-pasukan lokal yang berasal dari berbagai faksi Yaman.
"Pasukan Emirat menerima persenjataan bernilai miliaran dolar (AS) dari negara-negara Barat dan negara lainnya, hanya untuk mengalirkannya ke milisi-milisi di Yaman yang tidak tunduk pada siapapun dan diketahui melakukan kejahatan perang," sebut Amnesty International dalam pernyataannya seperti dilansir Reuters, Rabu (6/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum ada tanggapan resmi dari otoritas UEA terhadap tuduhan Amnesty International ini.
Namun diketahui bahwa UEA selama ini melatih dan mempersenjatai ribuan petempur Yaman yang tergabung dalam pasukan koalisi yang bertempur melawan Houthi. Negara-negara Barat banyak menyuplai persenjataan dan bantuan intelijen untuk koalisi militer di Yaman itu.
Organisasi-organisasi HAM global menuduh kedua pihak yang berkonflik di Yaman, baik koalisi militer UEA dan Saudi maupun Houthi, sama-sama melakukan kejahatan perang.
Dalam pernyataannya, Amnesty International menyerukan negara-negara Barat dan negara lainnya untuk menangguhkan penjualan senjata kepada pihak-pihak yang sedang berkonflik, hingga tidak ada risiko senjata-senjata itu dipakai untuk melanggar HAM dan membahayakan kemanusiaan.
Konflik di Yaman selama ini dipandang luas sebagai perang proxy antara Saudi yang didominasi Sunni dengan Iran yang didominasi Syiah. Kelompok Houthi telah berkali-kali menyangkal bahwa Iran memberikan suplai persenjataan kepada mereka. (nvc/dhn)











































