Mengutip The Guardian, Senin (10/9/2018), fosforus ada dalam dua bentuk, yakni merah dan putih. Fosforus merah dikenal berbahaya sedangkan fosforus putih sangat beracun dan mudah bereaksi dengan oksigen. Oleh karena itu fosforus harus disimpan di bawah air atau parafin agar tidak terbakar secara spontan.
Fosforus putih ditemukan 300 tahun yang lalu ketika ahli kimia Hamburg, Henig Brandt, memanaskan urine dengan cara direbus dan membakar residu yang terbentuk rebusan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fosforus putih juga sempat digunakan sebagai bahan pembuatan korek api sebelum akhirnya dihentikan. Unsur kimia itu kemudian digunakan pihak militer sebagai objek yang berfungsi menyamarkan radar.
Ketika fosforus terbakar, maka akan menghasilkan kepulan asap putih pekat bernama fosforus pentoksida. Kepulan asap pekat ini cukup 'tebal' untuk menjadi persembunyian sementara dari musuh.
Di medan pertempuran, fosforus putih biasanya diledakkan di sekitar tank untuk menghasilkan asap pekat yang menjadi kamuflase mereka.
Penggunaan fosforus putih dilarang di bawah Konvensi Jenewa, terutama terhadap warga sipil dan terhadap target-target militer yang sah di area-area dengan populasi mayoritas warga sipil.
Sejumlah kelompok HAM sebelumnya menyebut bahwa koalisi pimpinan AS melawan ISIS pernah menggunakan amunisi fosforus putih dalam operasi militer di Suriah. Bom fosforus putih memicu asap pekat warna putih dan gampang tersulut api.
Kelompok-kelompok HAM mengkritik penggunaan amunisi fosforus putih di kawasan permukiman warga sipil karena bisa membunuh dan memicu luka permanen terhadap manusia yang terkena api yang dipicu oleh asap fosforus putih.
Saksikan juga video 'ISIS Mulai Kerahkan Anak-anak untuk Tebar Teror':
(rna/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini