Seperti dilansir AFP, Senin (10/9/2018), keputusan AS menutup misi Palestina ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat dalam pernyataannya. Erekat mengecam keputusan ini sebagai 'eskalasi berbahaya'.
"Kami telah diberitahu oleh seorang pejabat AS soal keputusan mereka untuk menutup misi Palestina untuk AS," sebut Erekat dalam pernyataannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menjadi penegasan lain dari kebijakan pemerintahan Trump untuk secara kolektif menghukum rakyat Palestina, termasuk dengan memotong dukungan finansial bagi layanan kemanusiaan termasuk kesehatan dan pendidikan," tegasnya.
Kepemimpinan Palestina telah memutuskan komunikasi dengan pemerintahan AS, setelah Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017.
Sejak saat itu, Trump bersumpah untuk menahan bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina hingga mereka bersedia kembali ke meja perundingan. Seruan itu disampaikan Trump saat otoritas AS tengah menyusun rencana baru mengupayakan perdamaian Timur Tengah, yang disebut Trump sebagai 'kesepakatan utama'.
Beberapa pekan terakhir, otoritas AS telah memotong bantuan bilateral untuk warga Palestina sebesar lebih dari US$ 200 juta (Rp 2,9 triliun) dan menghentikan pendanaan untuk Badan PBB bagi Pengungsi Palestina atau UNRWA.
Tonton juga 'Paraguay 'Angkat' Kedutaannya dari Yerusalem':
(nvc/rna)