"Rezim Suriah dan pendukung Rusia dan Iran-nya, terus menyerang Ghouta Timur, pinggiran Damaskus yang padat penduduk, meskipun gencatan senjata diserukan oleh Dewan Keamanan PBB," demikian disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert dalam cuitan di Twitter seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (27/2/2018).
"Rezim mengklaim pihaknya memerangi para teroris, namun justru meneror ratusan ribu warga sipil dengan serangan-serangan udara, artileri, roket dan serangan darat. Penggunaan klorin sebagai senjata rezim hanya memperparah penderitaan penduduk sipil," imbuh Nauert.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sejak resolusi yang dikeluarkan DK PBB pada Sabtu (24/2) waktu setempat tersebut, serangan-serangan terus dilancarkan di Ghouta Timur.
"Amerika Serikat menyerukan penghentian segera operasi penyerangan dan akses mendesak bagi para pekerja kemanusiaan untuk merawat yang terluka dan mengantarkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan," tandas Nauert.
Kawasan Ghouta Timur yang dikuasai pemberontak, terus dikepung dan dibombardir militer Suriah selama beberapa pekan terakhir. Sedikitnya 520 warga sipil terbunuh dalam satu minggu terakhir dalam serangan beruntun itu.
Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia turut mendukung gencatan senjata 30 hari di Suriah. Namun menurut kelompok Observasi Suriah untuk Hak Asasi Manusia, Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di London, Inggris, pesawat tempur militer Suriah yang didukung Rusia terus menyerang Ghouta Timur usai keluarnya resolusi DK PBB.
Menurut SOHR, 41 warga sipil tewas dalam serangan udara hari Sabtu (24/2), termasuk delapan anak. Tujuh orang lainnya meninggal pada hari Minggu (25/2). Namun Rusia membantah ikut ambil bagian dalam serangan dan pengeboman ke Ghouta Timur akhir pekan ini. Rusia, juga Iran merupakan pendukung utama rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam memerangi para pemberontak di negeri itu.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini