Seperti dilansir media Inggris, express.co.uk, Senin (26/2/2018), informasi mengejutkan ini diungkapkan oleh seorang pembelot Korut, Lee So-Yeon (42). Lee merupakan mantan musisi militer Korut yang membelot tahun 2008 lalu.
Dalam keterangannya kepada Bloomberg, Lee mengklaim bahwa wanita-wanita yang tergabung dalam kelompok pemandu sorak itu menjalani pemeriksaan latar belakang yang sangat ketat, mulai dari penampilan fisik, latar belakang keluarga hingga kesetiaan pada partai berkuasa, Partai Pekerja Korut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lee kini menjadi aktivis anti-Korut dan memimpin Serikat Wanita Korea Baru, kelompok yang membantu wanita pembelot Korut untuk menyesuaikan kehidupan di Korsel. Kelompok ini juga membantu memberikan perawatan bagi para pembelot yang menderita gangguan stres pascatrauma.
Lee mengatakan, pesta-pesta Politburo digelar 'setiap hari' oleh para anggotanya. "Pelanggaran hak asasi manusia semacam itu terjadi, ketika wanita harus mematuhi apapun yang diminta dengan tubuh mereka," ucap Lee. "Wanita di sana, ketika mereka hadir, mereka harus melepas pakaian. Mereka diminta tidak berpakaian, seperti objek. Itulah rasa sakit fisik yang harus mereka hadapi," imbuhnya.
Tidak jelas di mana saja pesta-pesta semacam itu digelar. Lee juga tidak terlalu menjelaskan apakah dia berbicara soal kehidupan para pemandu sorak di Korut, atau saat mereka ditugaskan selama Olimpiade Musim Dingin di Korsel beberapa waktu terakhir.
Dituturkan Lee, kelompok pemandu sorak Korut merupakan salah satu alat propaganda Korut berpengaruh untuk dunia luar. Setiap anggotanya dipantau selama 24 jam penuh, bahkan saat makan dan pergi ke toilet. Tidak diketahui pasti bagaimana Lee yang pernah menulis buku soal pengalamannya di militer Korut ini, bisa tahu soal perlakuan tidak pantas terhadap para pemandu sorak Korut.
Namun keterangan Lee ini mirip dengan sejumlah laporan lain dari para pembelot Korut, yang beberapa menyebut mereka 'dipilih' untuk memuaskan para anggota Partai Pekerja Korut. Salah satunya pembelot Mi-Hyang yang pada tahun 2010, mengaku dirinya dipilih untuk menjadi budak seks Kim Jong-Il, ayah Kim Jong-Un, pada umur 15 tahun. Mi-Hyang menyebut dirinya menjadi budak seks selama 10 tahun.
Keponakan laki-laki ayah Kim Jong-Il, Lee Il-Nam, yang membelot tahun 1982 juga mengungkapkan informasi serupa. Dalam bukunya berjudul 'Kim Jong-Il's Royal Family', dia membeberkan soal pesta 'Squad Pemuas Nafsu' di Korut.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini