Ahmad Khan Rahimi yang kelahiran Afghanistan, mengatakan di pengadilan bahwa dirinya menjadi radikal setelah "dilecehkan" oleh FBI dan "diasingkan" karena agamanya. Selama persidangan, pria berumur 30 tahun itu tak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Di persidangan seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (14/2/2018), jaksa penuntut umum menyatakan bahwa "ajaib" tak seorang pun tewas dalam serangan bom yang terjadi pada 17 September 2016 tersebut. Ledakan bom kedua menyebabkan pembatalan event lari Korps Marinir AS di kota Seaside Park, New Jersey. Rahimi terbukti bersalah atas delapan dakwaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi juga telah menjinakkan bom lainnya di Chelsea dan menemukan bom-bom pipa tambahan di kota asal Rahimi, Elizabeth, New Jersey di mana dia bekerja di restoran keluarganya. Rahimi terluka dalam baku tembak dengan polisi pada 19 September 2017 sebelum dia ditangkap. Ditemukan pula sebuah jurnal tulisannya sendiri yang memuji Osama bin Laden dan perekrut Al-Qaeda kelahiran AS, Anwar al-Awlaki. Dia pindah ke AS pada tahun 1995 bersama keluarganya dan menjadi warga negara naturalisasi pada tahun 2011.
Di persidangan, Rahimi mengatakan bahwa dirinya paham mengapa ada frustrasi antara negara-negara muslim dan warga Amerika.
"Saya telah berada di sini selama lebih dari 20 tahun, saya punya teman-teman Amerika dan teman-teman muslim," tutur Rahimi. Menurutnya, semua hal berubah setelah dirinya bertindak dan berpakaian seperti seorang muslim yang taat.
Sejak penangkapan Rahimi, dua pelaku serangan tunggal (lone wolf) lainnya telah melakukan aksi pengeboman di New York. Seorang sopir Bangladesh meledakkan sebuah bom hingga melukai dirinya sendiri dan tiga orang lainnya pada Desember 2017. Sebelumnya pada 31 Oktober 2017 lalu, seorang imigran Uzbekistan menabrakkan truknya ke para pesepeda, hingga menewaskan delapan orang. Pria itu mengaku terinspirasi kelompok teroris ISIS. (ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini