"Ini empat hari terburuk yang pernah dialami Ghouta Timur," kata Hamza, seorang dokter di klinik Erbin yang kewalahan merawat para korban luka-luka seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (9/2/2018).
Bahkan pada Kamis (8/2) saja, 75 warga sipil tewas akibat serangan udara rezim Suriah di Ghouta Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga Kamis (8/2) waktu setempat, sebanyak 228 warga sipil telah tewas akibat serangan-serangan udara di Ghouta Timur yang berpenduduk sekitar 400 ribu jiwa. Menurut kelompok pemantau HAM Suriah, Syrian Observatory for Human Rights, di antara para korban tewas tersebut termasuk setidaknya 58 anak-anak dan 41 wanita. Disebutkan Observatory, lebih dari 700 warga sipil juga terluka dalam serangan-serangan udara tersebut.
"Anak-anak dan guru-guru ketakutan karena kapan saja mereka bisa terkena (serangan). Pengepungan berarti tak ada tempat bagi mereka untuk melarikan diri," kata Sonia Khush, direktur respons Suriah untuk organisasi Save the Children.
"Harus segera ada penghentian peperangan dan penghentian pengepungan," imbuhnya.
Ghouta Timur yang dekat dengan Damaskus, telah dikepung pasukan Suriah selama lebih dari empat tahun. Kemudian pada Mei 2017 lalu, pasukan pemerintah melancarkan operasi militer berskala besar.
Serangan-serangan udara di wilayah Ghouta Timur meningkat dalam beberapa hari ini, setelah sebuah pesawat perang Rusia ditembak jatuh pada akhir pekan lalu di provinsi Idlib yang dikuasai pemberontak.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini