"Sesuai ketentuan Dewan Keamanan PBB itu adalah status Kota Yerusalem tidak bisa seperti yang dikonsensus oleh Israel, satu kota di bawah kekuasaan Israel," jelasnya ketika berbincang dengan detik.com, Jumat (8/12/2017).
Pada 1980, Israel memaklumatkan 'Jerusalem Law' yang menyebutkan kota itu 'complete and united' sebagai ibukota Israel. Klaim ini ditolak PBB dan negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel hingga kini mendirikan kantor kedutaan di Tel Aviv, bukan Yerusalem.
Klaim sepihak AS ini berarti mendukung konsensus Israel soal Yerusalem. Padahal selama ini Israel tercatat sering mengesampingkan berbagai resolusi PBB terkait kota Yerusalem.
"Aksi AS ini sepihak. Selama ini juga Yerusalem tak hanya dimiliki Israel, ada custodian Jordania di sana," lanjut Makarim.
Palestina sendiri menginginkan wilayah Jerusalem timur. Kawasan itu disebut-sebut sebagai masa depan ibukota Palestina.
Dihubungi terpisah, Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengungkapkan sikap AS ini telah menyeret Yerusalem ke ranah politik. Kota suci tiga agama samawi itu, Islam, Kristen, dan Yahudi, harusnya bersih dari kepentingan politik.
"Keputusan Trump itu telah menodai kota suci. Konflik yang intinya masalah teritori kini memiliki dimensi agama," ujarnya. (ayo/jat)











































