"Ada begitu banyak faktor. Namun saya lebih suka bersikap ramah pada mereka sekarang," kata Duterte seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (29/9/2017).
Para militan terkait ISIS menduduki kota Marawi, Filipina selatan pada 23 Mei lalu. Sejak saat itu, selama lebih dari empat bulan, pasukan Filipina yang didukung militer AS melancarkan serangan untuk memerangi para militan di kota tersebut. Militer AS mengerahkan pesawat pengintai P-3 Orion dan memberikan masukan intelijen kepada pasukan Filipina yang mencoba merebut kembali kota tersebut. Lebih dari 900 orang telah tewas akibat konflik di Marawi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi tanpa bantuan mereka, kita akan mengalami kesulitan," tutur Rodrigo. "Jadi kita berterima kasih," imbuhnya.
Sebelumnya, Duterte menandai awal masa kepresidenannya tahun lalu dengan melancarkan kata-kata keras terhadap pemerintah AS, yang selama ini merupakan sekutu Filipina. Dalam kunjungan ke China pada Oktober 2016 lalu, Duterte mengumumkan "perpisahannya dengan AS," seraya menyebutkan dirinya kini bersekutu dengan China dan Rusia.
Saat itu Duterte mengatakan bahwa dirinya marah pada presiden AS ketika itu, Barack Obama karena mengkritik perangnya melawan narkoba. Dalam perang yang digagas Duterte itu, setidaknya 3.850 tersangka telah ditembak mati polisi dan ribuan orang lainnya tewas secara misterius. (ita/ita)











































