Tujuan utama mereka adalah Cox's Bazar, wilayah Bangladesh yang menjadi lokasi kamp pengungsian Rohingya. Sejak konflik kembali pecah pada 25 Agustus lalu, sudah nyaris 150 ribu warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh.
![]() |
Seorang warga Rohingya yang mengungsi adalah Mohammed Ishmail, yang membawa serta lima anggota keluarganya termasuk dua anaknya yang berusia 2 tahun dan 4 tahun. Ishmail mengungsi dari desa Khin Tha Ma, Myanmar yang hangus terbakar, sejak sepekan lalu. Dia berjalan kaki melewati pegunungan Mayu di tengah hujan yang terus mengguyur. Perjalanan ini memakan waktu sedikitnya 10 hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah melintasi pegunungan, Ishmail dan keluarganya melewati sejumlah desa di bagian utara distrik Maungdaw, yang menjadi pusat konflik di Rakhine sejak Oktober 2016. Desa-desa itu telah ditinggalkan penghuninya. Menurut Ishmail, hanya satu dari 20 rumah yang lolos dari kebakaran.
"Beberapa orang masih bersembunyi di dalam hutan di area Maungdaw, tapi tidak ada siapa-siapa di beberapa desa. Tidak ada yang bisa ditanyai arah," ucap Ishmail. Di salah satu desa, Ishmail mendapati lima jenazah remaja laki-laki yang digorok dan nyaris dipenggal.
![]() |
Saat mencapai sebuah sungai dan tengah mencari cara untuk menyeberanginya, Ishmail dan keluarga berhadapan dengan dua tentara muda Myanmar yang langsung menodongkan senjata ke arahnya. "Saya mengangkat tangan saya dan berteriak, 'Kami akan pergi ke Bangladesh'," tuturnya.
Situasi saat itu tegang dan sunyi, sebelum akhirnya tentara Myanmar itu menurunkan senjata mereka. "Setelah itu mereka menunjukkan kepada kami cara terbaik untuk menyeberangi sungai," imbuhnya.
Di Maungdaw, ribuan orang juga bergerak untuk mengungsi. Salah satu relawan kemanusiaan Rohingya merekam perjalanannya dengan kamera telepon genggam. Relawan Rohingya ini terus berkomunikasi dengan Reuters selama perjalanannya menuju Cox's Bazar di Bangladesh.
Rekaman video itu menunjukkan ratusan orang mengantre untuk menyeberang sungai di desa Laung Don. Beberapa dari mereka bahkan nekat berenang. Dua kapal feri berukuran kecil berlayar bolak-balik untuk menyeberangkan mereka yang ingin mengungsi.
![]() |
Di salah satu titik penyeberangan, para anggota militan Rohingya atau ARSA (Tentara Keselamatan Arakan Rohingya) mencegah kapal feri berlayar dan meminta warga sipil untuk kembali ke rumah masing-masing. Kelompok aktivis HAM, Fortify Rights, sebelumnya menyatakan militan ARSA mencegah para pria dan anak muda meninggalkan Myanmar.
Sementara itu, di Maungdaw bagian selatan, operasi militer Myanmar memaksa puluhan ribu orang bergerak ke kawasan pantai. Kapal-kapal milik warga Bangladesh yang biasanya digunakan mencari ikan, dimanfaatkan untuk mengangkut para pengungsi. Pada malam hari, kapal-kapal kayu ini berlayar menyeberangi Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh. Kapal sepanjang 5 meter diisi hingga 50 orang plus barang bawaan mereka.
Tidak hanya berdesak-desakan di kapal, pengungsi Rohingya juga masih harus menderita saat menjadi korban kelicikan sindikat penyelundup manusia. Ada kelompok yang sengaja membawa para pengungsi ke pulau terpencil di ujung selatan Bangladesh dan menyandera mereka untuk meminta uang lebih jika ingin dibebaskan.
"Mereka membawa orang-orang yang terjebak ini ke sana. Jika mereka tidak mampu membayar uangnya, mereka akan disandera," tutur Asisten Komisioner Otoritas Teknaf, Bangladesh, Pronay Chakma. Lebih dari 50 orang telah dihukum penjara oleh otoritas Bangladesh, terkait kasus ini.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini