Konflik kembali pecah di Rakhine setelah terjadi serangan terkoordinasi yang didalangi kelompok militan Rohingya atau ARSA terhadap puluhan pos kepolisian dan pangkalan militer Myanmar pada 25 Agustus lalu. Serangan itu memicu operasi militer Myanmar yang menewaskan sedikitnya 400 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir Reuters, Senin (4/9/2017), angka terbaru menyebut sudah 87 ribu warga Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine dan melintasi perbatasan Bangladesh. Jumlah itu tercatat sejak bentrokan kembali pecah di Rakhine pada akhir Agustus lalu. Jumlah itu melebihi total warga Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar usai serangan melanda Rakhine pada Oktober 2016 lalu.
Dengan demikian, sesuai data terbaru yang didasarkan penghitungan relawan kemanusiaan PBB di distrik perbatasan Cox's Bazar, Bangladesh, sejauh ini sudah hampir 150 ribu warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh sejak Oktober 2016 lalu.
"Kami berusaha membangun rumah-rumah di sini, tapi tidak ada cukup tempat," tutur salah satu pengungsi Rohingya, Mohammed Hussein (25), yang masih mencari tempat untuk tinggal usai kabur dari Myanmar 4 hari lalu.
"Tidak ada organisasi nonpemerintah yang datang ke sini. Kami tidak punya makanan. Sejumlah wanita melahirkan bayinya di tepi jalan. Anak-anak yang sakit tidak mendapat perawatan medis di sini," imbuhnya.
Kamp pengungsian tidak resmi bagi pengungsi Rohingya di Balukhali, Cox's Bazar, semakin meluas. Ratusan pengungsi Rohingya membangun tempat tinggal darurat di pinggir jalan. Mereka menggunakan terpal dan bambu untuk membuat 'gubuk' demi berteduh dari hujan.
Sementara itu, pemerintah Myanmar menyebut lebih dari 11.700 warga etnis, merujuk pada warga non-muslim, telah dievakuasi dari Rakhine.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini