Seperti dilansir Reuters, Rabu (17/5/2017), para jurnalis di Mexico City membawa foto-foto Valdez dalam aksi untuk menekan pemerintah Meksiko bertindak tegas menghadapi maraknya serangan mematikan terhadap jurnalis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Selain Valdez, seorang reporter sebuah majalah mingguan di Jalisco, Jonathan Rodriguez Cordova, juga tewas ditembak pria bersenjata pada hari yang sama. Ibunda reporter itu, yang merupakan pejabat eksekutif di majalah mingguan yang sama, mengalami luka parah dan kini dalam kondisi kritis di rumah sakit setempat.
Sosok Valdez disebut sebagai jurnalis dan penulis tentang 'perang narkoba' yang paling dikenal serta dicintai. Tahun 2011, dia meraih International Press Freedom Award dari organisasi pemantau Komisi Perlindungan Jurnalis (CPJ) atas tulisannya soal perdagangan manusia dan kejahatan terorganisir.
Selama bertahun-tahun, Valdez membuat dokumentasi soal praktik kekerasan di Meksiko. Kematiannya memicu kesedihan meluas di Meksiko, terutama di kalangan pers. Terlebih, Meksiko disebut sebagai salah satu tempat paling berbahaya bagi jurnalis. Banyak kasus kekerasan dan serangan terhadap jurnalis yang dibiarkan begitu saja tanpa dibawa ke pengadilan.
![]() |
Terkait dua kasus itu, otoritas Meksiko belum menemukan tersangkanya. Hal ini memicu kekhawatiran impunitas -- kekebalan dari hukum -- untuk kasus kekerasan pada jurnalis.
"Kita tinggal di sebuah simulasi besar; mereka bilang mereka sedang menyelidiki dan bahwa kebebasan berekspresi itu dilindungi, tapi nyatanya tidak demikian," ucap Juan Carlos Agular dari organisasi HAM lokal, Right to Inform.
Para jurnalis yang ikut aksi protes di Mexico City menuliskan kalimat 'mereka membunuh kami' dengan huruf besar di bawah monumen Angel of Independence. Aksi protes juga digelar di beberapa kota lainnya, termasuk Culiacan, tempat Valdez dibunuh. Valdez merupakan jurnalis kelima yang tewas dibunuh sejak Maret lalu. Tahun 2016 lalu, kelompok advokasi Articulo 19 mencatat sedikitnya 11 jurnalis tewas dibunuh.
"Ini bukan hanya kami dibunuh sebagai manusia, ini sama saja membungkam mereka yang berani berbicara," ucap jurnalis lepas Paula Monaco.
![]() |