Seperti dilansir AFP dan CNN, Senin (8/5/2017), Kementerian Dalam Negeri Prancis menyatakan Macron meraup 66,06 persen suara jauh mengungguli rivalnya, Marine Le Pen, yang hanya meraup 34 persen suara dalam pilpres yang digelar Minggu (7/5) waktu setempat. Hasil itu didasarkan pada penghitungan 99,99 persen suara terdaftar dalam pemungutan suara yang digelar secara nasional itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Bagaimana Macron Hanya Butuh 1 Tahun untuk Jadi Presiden Prancis?
Dengan meraih kemenangan dalam pilpres tahun ini, Macron yang lahir pada 21 Desember 1977 ini mencetak sejarah sebagai Presiden Prancis termuda dalam sejarah Prancis. Dia berusia setahun lebih muda dari Louis Napoleon Bonaparte saat menjabat Presiden Prancis pada tahun 1848.
Louis Napoleon Bonaparte (Napoleon III), keponakan tokoh revolusi Prancis Napoleon Bonaparte (Napoleon I), berusia 40 tahun saat menjabat sebagai, dan satu-satunya, Presiden Prancis dalam Republik Prancis Kedua. Sebelum menjadi negara republik, Prancis memiliki sistem monarki. Louis Napoleon Bonaparte merupakan kepala negara pertama di Prancis yang bergelar 'Presiden'.
Kembali pada Macron yang melengserkan Louis Napoleon Boneparte sebagai pemegang rekor Presiden Prancis termuda. Macron merupakan anak dari orangtua yang berprofesi sebagai dokter di kota Amiens, Prancis bagian timur laut. Dia disebut mendobrak sejarah tradisional Prancis karena beberapa hal.
Baca juga: Beri Selamat ke Macron, Trump Nantikan Kerja Sama AS-Prancis
Pertama, Macron menikahi mantan guru sekolah menengahnya. Istri Macron yang bernama Brigitte Trogneux (64) merupakan seorang janda dengan tiga anak sebelum menikahi Macron. Kisah cinta Macron dan Trogneux menjadi pemberitaan besar media-media Prancis dan media asing beberapa waktu lalu, dengan fokus pada perbedaan usia yang sangat jauh di antara keduanya. Macron jatuh cinta pada Trogneux saat masih berusia 17 tahun dan duduk di bangku sekolah.
Selain kehidupan pribadinya, Macron juga dianggap mendobrak tradisi karena rekam jejak dan sosoknya yang sama sekali tak diduga akan mengarah ke kursi kepresidenan Prancis. Tiga tahun lalu, Macron sama sekali tidak dikenal publik. Ditambah, dia maju mencapreskan diri tanpa dukungan dari partai besar Prancis di belakangnya.
![]() |
Sempat Diragukan Banyak Pihak
Banyak pihak yang memandang Macron terlalu muda dan kurang berpengalaman untuk menjadi Presiden Prancis. Macron merupakan mantan bankir investasi yang pernah menjabat Menteri Perekonomian dalam pemerintahan Presiden Francois Hollande dari Partai Sosialis.
Usai lulus dari beberapa universitas elite termasuk ENA, universitas bergengsi di Prancis yang banyak melahirkan pemimpin, Macron memulai kariernya sebagai pegawai negeri di Kementerian Keuangan. Dia kemudian terjun ke dunia investasi perbankan dan meraup jutaan dolar saat bekerja untuk Rothschild, salah satu perusahaan konsultan keuangan terbesar di dunia.
Para rivalnya menyerang rekam jejak kariernya sebagai bukti Macron bagian dari 'elite kapitalis global'. Namun Macron berhasil merebut hati rakyat Prancis dengan meluncurkan pergerakan independen bernama 'En Marche' yang baru berusia 12 bulan. Pergerakan itu tidak beraliran sayap kiri maupun sayap kanan, hal yang langka dalam perpolitikan Prancis.
Baca juga: Menangi Pilpres Prancis, Macron: Saya Akan Bayar Kepercayaan Anda
Dia memanfaatkan citranya sebagai pemimpin muda yang dinamis untuk menarik ribuan relawan bergabung dengan 'En Marche!', yang modelnya sebagian mirip dengan gerakan akar rumput mantan Presiden Barack Obama tahun 2008 lalu.
Setelah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Perekonomian pada Agustus 2016, Macron mengumumkan pencalonannya untuk pilpres pada 16 November tahun yang sama. Sindiran dan kritikan menghujaninya, terlebih karena dia dianggap mencampuradukkan sayap kiri dan sayap kanan.
![]() |
Dari Dikritik Habis-habisan Menjadi Didukung Banyak Pihak
Dalam kampanyenya, Macron berjanji akan mereformasi sistem kesejahteraan dan pensiun Prancis. Dia sangat vokal soal pertempuran melawan teror, terutama kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) serta penegakan hukum. Dia berencana meningkatkan anggaran pertahanan, mengerahkan 10 ribu polisi tambahan untuk menjaga keamanan Prancis dan membentuk satuan tugas yang akan bekerja sepanjang waktu memerangi ISIS.
Macron merupakan sosok pro-Eropa dan berjanji akan menempatkan Prancis di jantung Uni Eropa. Hal ini menarik perhatian besar di tengah maraknya sentimen anti-Uni Eropa di kawasan Prancis. Dia juga menyerukan hubungan diplomatik yang konstruktif dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump serta dengan Rusia, Iran, Turki dan Arab Saudi.
Baca juga: Hollande Ucapkan Selamat ke Macron yang Unggul di Pilpres Prancis
Macron berhasil menarik dukungan dari berbagai kalangan politik di Prancis. Pada Maret lalu, mantan Perdana Menteri Prancis Manuel Valls dari Partai Sosialis menyatakan akan memilih Macron daripada kandidat partainya sendiri. Saat unggul pada putaran pertama, kandidat Sosialis Benoit Hamon dan Republikan Francois Fillon serta Alain Juppe yang kalah, terang-terangan menyatakan dukungan untuk Macron.
Dukungan dari dua partai besar Prancis, Sosialis dan Republik, membawa Macron ke Istana Elysee, istana kepresidenan Prancis. Kampanyenya kini telah berakhir, namun pekerjaan yang sebenarnya baru saja dimulai. Di hadapan pendukung, Macron menyatakan: "Babak baru sejarah kita telah dimulai".
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini