Seperti dilansir AFP, Selasa (18/4/2017), percakapan telepon antara Trump dengan Erdogan itu pertama dilaporkan media nasional Turki. Percakapan itu dilakukan sehari setelah Erdogan unggul 51 persen dalam referendum konstitusi yang digelar Minggu (16/4) waktu setempat.
"Trump menelepon Erdogan malam ini (17/4) dan menyelamati beliau atas kesuksesan beliau dalam referendum," tutur sumber kepresidenan Turki seperti dikutip kantor berita Turki, Anadolu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Reaksi Trump ini bertolak belakang dengan reaksi pemimpin Uni Eropa dan negara Barat lainnya. Beberapa pihak bahkan mengecam perluasan wewenang Presiden Turki dalam referendum ini.
Referendum konstitusi itu mengatur salah satunya perubahan sistem pemerintahan Turki, dari sistem parlementer ke sistem presidensial. Dengan sekitar 99,9 persen suara yang telah dihitung sejak Minggu (16/4) waktu setempat, kubu 'Iya' meraup 51,41 persen suara dan kubu 'Tidak' hanya meraup 48,59 persen suara. Meskipun berbeda tipis, mayoritas rakyat Turki mendukung wewenang baru untuk Presiden Erdogan.
Baca juga: Hasil Referendum Turki yang Dimenangkan Erdogan Akan Digugat
Dalam pernyataan terpisah pada Senin (17/4) waktu setempat, Gedung Putih menyatakan kedua kepala negara tidak hanya membahas referendum, tapi juga serangkaian topik lainnya dalam percakapan telepon itu.
"Presiden Donald J Trump berbicara dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk mengucapkan selamat kepadanya atas kemenangannya dalam referendum dan untuk membahas aksi Amerika Serikat terhadap penggunaan senjata kimia rezim Suriah pada 14 April," demikian pernyataan Gedung Putih.
"Presiden Trump berterima kasih pada Presiden Erdogan karena mendukung aksi Amerika Serikat (di Suriah) dan kedua pemimpin menyepakati pentingnya mendorong Presiden Suriah Bashar al-Assad bertanggung jawab," imbuh pernyataan itu.
Baca juga: Polarisasi di Referendum Turki 'Tidak Ganggu' Kehidupan Warga
"Presiden Trump dan Presiden Erdogan juga membahas operasi melawan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) dan perlunya kerja sama dalam melawan seluruh kelompok yang menggunakan terorisme untuk mencapai tujuan," tegas pernyataan Gedung Putih.
Dengan diloloskannya referendum ini, maka Turki akan memiliki Konstitusi baru. Beberapa hal yang diatur dalam Konstitusi baru itu antara lain, penetapan pemilihan parlemen dan presiden selanjutnya akan digelar 3 November 2019, kemudian Presiden Turki memiliki masa jabatan 5 tahun dengan maksimal dua periode, Presiden Turki bisa menunjuk langsung para pejabat tinggi, termasuk para menteri kabinet, dan sebagainya.
(nvc/try)