Larangan Laptop di Kabin Bikin Publik Bingung dan Frustrasi

Larangan Laptop di Kabin Bikin Publik Bingung dan Frustrasi

Novi Christiastuti - detikNews
Rabu, 22 Mar 2017 17:28 WIB
Ilustrasi (REUTERS/Eric Gaillard)
Washington DC - Larangan membawa laptop ke kabin pesawat oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu kebingungan dan rasa frustrasi banyak orang. Beberapa khawatir membawa anak-anak dalam penerbangan jarak jauh, sedangkan yang lain takut gadget mereka hilang di bagasi.

Seperti dilansir CNN, Rabu (22/3/2017), larangan yang diberlakukan pemerintahan Trump ini belum lama diberlakukan, tepatnya sejak Selasa (21/3) waktu setempat. Pihak maskapai yang terkena dampaknya diberi waktu paling lambat Sabtu (25/3) dini hari untuk memberlakukannya.

Alat-alat elektronik yang berukuran lebih besar dari telepon genggam, atau dengan panjang lebih dari 16 cm, lebar lebih dari 9,3 cm dan ketebalan lebih dari 1,5 cm tidak bisa dibawa ke kabin dan harus dimasukkan ke bagasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Australia-Jerman Tak Ingin Ikuti AS Soal Larangan Laptop di Kabin

AS memberlakukan larangan ini untuk penerbangan tujuan AS dari 10 bandara di 8 negara mayoritas muslim, seperti Yordania, Kuwait, Mesir, Turki, Arab Saudi, Maroko, Qatar dan Uni Emirat Arab. Ada 9 maskapai internasional yang terkena dampak larangan ini, antara lain Royal Jordanian, EgyptAir, Turkish Airlines, Saudi Arabian Airlines, Kuwait Airways, Royal Air Maroc, Qatar Airways, Emirates dan Etihad Airways.


Beberapa orang yang merasa terganggu dengan larangan ini mengirimkan kisah mereka via WhatsApp dan iMessage kepada CNN. Salah satunya Marissa dan Adam Goldstein yang berasal dari Boston, AS tapi tinggal di Ho Chi Minh City, Vietnam. Mereka akan terbang pulang ke AS bersama putri kembar mereka, Eyva dan Noa, pekan depan.

"Kami akan terbang dengan Emirates pada Senin (27/3) melalui Dubai (Uni Emirat Arab) dengan putri kembar kami yang berusia 16 bulan. Ini akan sulit karena saya biasanya membuat mereka menggunakan iPad kami agar mereka sibuk. Juga, kami biasa menggunakan laptop kami untuk bekerja di penerbangan panjang!" tutur pasangan Goldstein.

Baca juga: Kecam Keras, Turki Minta AS Cabut Larangan Bawa Laptop ke Kabin

"Saya terbang dengan dua anak balita dalam penerbangan selama 7 jam melalui Maroko, dari Italia, dan sekarang mereka tidak bisa menggunakan iPad? Tidak ada Kindle (semacam buku elektronik) untuk dibaca? Maksud saya ini konyol," cetus seseorang yang juga terdampak namun enggan menyebut namanya, seperti dikutip CNN.

Syed Hussain yang tinggal di San Francisco, AS, kerap bepergian ke Uni Emirat Arab. Dia mengaku biasa bekerja selama 10 jam dalam penerbangan selama 16 jam. "Ini memberikan pesan negatif bagi orang-orang seperti saya yang ingin menjajaki kesempatan bisnis antara Amerika Utara dan Timur Tengah," tutur Hussain, yang khawatir dirinya tidak bisa produktif bekerja tanpa laptop di kabin.

Masalah sedikit pelik dihadapi Matthew Schweitzer, seorang peneliti AS yang bekerja untuk Pusat Pendidikan untuk Perdamaian di Irak. Hasil wawancara dan testimoni yang dikumpulkan berhari-hari, dari warga Irak yang hidup di bawah cengkeraman kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), sangat sensitif dan tidak boleh bocor.

"Wawancara ini jika bocor, bisa menempatkan orang-orang itu dalam bahaya besar untuk aksi balasan dan eksploitasi. Saya tidak bisa membiarkan data ini dicuri atau jatuh ke tangan yang salah," keluhnya.

Baca juga: Soal Larangan Laptop, AS: Kita Tahu Teroris Ingin Jatuhkan Pesawat

Sedangkan Tugbek Olek, seorang wiraswasta asal Turki, tidak yakin bagasi akan aman bagi perangkat elektroniknya. Olek rutin menghadiri E3 Expo di Los Angeles, AS setiap bulan Juni setiap tahun dan dia harus membawa banyak perangkat elektronik. Olek mengaku ragu jika dirinya akan hadir dalam pameran itu untuk tahun ini, jika larangan masih diberlakukan. "Kami tidak akan memasukkan elektronik senilai US$ 20 ribu (Rp 266 juta) ke bagasi," ucapnya.

James Buck, seorang fotografer profesional yang tinggal di Beirut, Libanon berencana pulang ke Vermont, AS dengan membawa perlengkapan kamera yang disebutnya bernilai separuh dari gajinya selama setahun. Buck hanya memiliki soft case untuk kameranya. Dia berjuang mencari hard case untuk melindungi kamera mahalnya di bagasi, namun gagal. Untuk sementara, dia menggunakan kotak Tupperware sebagai pelindung kameranya di bagasi.

Sementara itu, Warren yang bekerja di salah satu travel agency di New York, AS menyebut banyak kliennya yang kesal dengan larangan itu. Kekhawatiran terbesar para penumpang pesawat, menurut Warren, adalah perangkat elektronik mereka akan hilang, dicuri atau rusak jika dimasukkan ke bagasi.

(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads