Seperti dilansir media Australia, skynews.com.au, Rabu (22/3/2017), Menteri Transportasi Darren Chester menyatakan Australia tidak memiliki rencana untuk mengikuti langkah AS dan Inggris. Dalam pernyataannya, Chester menyatakan bahwa sejauh ini, pemerintah Australia tidak berencana mengubah langkah-langkah keamanan. Namun langkah keamanan bisa berubah jika di masa mendatang memang dirasa perlu.
"Pemerintah Australia terus berkomunikasi dengan industri (transportasi) dan mitra-mitra internasional kami, dan akan terus memantu perkembangan situasi keamanan dan menyesuaikan aturan keamanan jika diperlukan," terang Chester dalam pernyataannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Australia memberlakukan sistem keamanan transportasi yang kuat dan menyeluruh, demi mencegah aksi terorisme yang akan terus kami kaji untuk memastikan sistem itu dapat mengatasi potensi ancaman," imbuh Chester.
Hal senada disampaikan juru bicara Kementerian Dalam Negeri Jerman, Annegret Korff, seperti dilansir CNN, Dikatakannya, pemerintah Jerman tidak sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan langkah serupa. Korff menegaskan, otoritas Jerman telah mendapat pemberitahuan awal soal aturan baru AS itu.
Sedangkan otoritas Prancis, seperti dilansir AFP, tengah mempertimbangkan larangan yang diberlakukan AS dan Inggris ini. Hal ini sama seperti Kanada yang juga menyatakan tengah mempertimbangkan untuk memberlakukan aturan serupa, setelah mendapat penjelasan langsung dari AS.
Baca juga: Soal Larangan Laptop, AS: Kita Tahu Teroris Ingin Jatuhkan Pesawat
Baik AS maupun Inggris memberlakukan larangan penumpang membawa peralatan elektronik yang berukuran lebih besar dari telepon genggam ke kabin pesawat. Alat-alat elektronik berukuran panjang lebih dari 16 cm, lebar lebih dari 9,3 cm dan ketebalan lebih dari 1,5 cm harus dimasukkan ke bagasi.
Larangan baru AS dan Inggris ini mirip namun sedikit berbeda. AS memberlakukan larangan ini untuk penerbangan tujuan AS dari 10 bandara di 8 negara mayoritas muslim, seperti Yordania, Kuwait, Mesir, Turki, Arab Saudi, Maroko, Qatar dan Uni Emirat Arab. Sedangkan Inggris hanya memberlakukan larangan ini untuk pesawat tujuan Inggris dari enam negara, seperti Turki, Libanon, Yordania, Mesir, Tunisia dan Arab Saudi.
Untuk penerbangan tujuan AS, larangan ini berpengaruh pada 9 maskapai internasional seperti Royal Jordanian, EgyptAir, Turkish Airlines, Saudi Arabian Airlines, Kuwait Airways, Royal Air Maroc, Qatar Airways, Emirates dan Etihad Airways.
Baca juga: Soal Larangan Laptop di Kabin, Emirates: Siapa yang Butuh Laptop?
Sedangkan untuk penerbangan tujuan Inggris, ada enam maskapai Inggris dan 8 maskapai internasional yang terkena dampaknya. Maskapai-maskapai itu antara lain, British Aiways, EasyJet, Jet2.com, Monarch, Thomas Cook, dan Thomson, kemudian juga Turkish Airlines, Pegasus Airways, Atlas-Global Airlines, Middle East Airlines, EgyptAir, Royal Jordanian, Tunis Air dan Saudia.
Secara terpisah, maskapai Australia Qantas Airways menyatakan tidak ada dampak bagi penumpang yang terbang dengan maskapai mereka. Namun diketahui bahwa setiap penumpang, termasuk warga Australia, yang terbang ke AS dan Inggris dengan transit di bandara yang masuk daftar tersebut, akan terkena dampak larangan ini.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini