Dalam persidangan di kota Celle, seperti dilansir Reuters dan AFP, Jumat (27/1/2017), remaja bernama Safia S ini, dinyatakan bersalah atas dakwaan percobaan pembunuhan, melukai orang lain dan mendukung organisasi teroris asing. Safia diketahui berkewarganegaraan ganda Jerman dan Maroko.
"Dengan kejahatan ini, dia (Safia-red) ingin mendukung Daulah Islamiyah (ISIS)," demikian bunyi putusan pengadilan Celle. Sidang digelar tertutup karena terdakwa masih di bawah umur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Entah apa yang terjadi, Safia kemudian kembali ke Jerman. Penyidik Jerman meyakini, saat itu Safia telah diradikalisasi. Ayah Safia, Robin, menyebut putrinya pasti telah diradikalisasi dengan cepat. "Anda tidak menyadarinya. Dia normal, seperti biasanya. Dia memakai hijab, tapi dia juga penggemar Justin Bieber dan bermain bola," tutur sang ayah.
Dalam tindak pidana yang terjadi pada Februari 2016 ini, Safia yang saat itu berusia 15 tahun menikam seorang polisi di bagian leher. Insiden ini terjadi di stasiun kereta Hanover. Sang polisi yang tidak disebut identitasnya, mengalami luka parah akibat penikaman ini.
Pengadilan menjatuhkan vonis 6 tahun penjara terhadap Safia. Pengacara Safia menyebut vonis ini terlalu tinggi dan menyatakan akan mengajukan banding. Pengacara bersikeras bahwa kliennya tidak memiliki kapasitas untuk mengetahui apa yang dilakukannya.
Kepada surat kabar lokal, RedaktionsNetzwek, sang ayah menuding jaksa sengaja menggelar persidangan bagaikan 'pertunjukan' karena putrinya seorang muslim. "Jika dia anak berandalan, dia akan mendapat vonis maksimum 2 tahun," ucap sang ayah yang kecewa dengan vonis yang dijatuhkan.
Seorang pemuda Jerman keturunan Suriah, Mohamad K (20), juga diadili dalam kasus yang sama sebagai kaki tangan Safia karena tidak melapor ke polisi, padahal dia mengetahui rencana serangan itu. Mohamad divonis 2,5 tahun penjara oleh pengadilan setempat.
(nvc/ita)