Seperti dilansir AFP, Senin (9/1/2017), biksu itu nekat melakukan aksi bakar diri dalam unjuk rasa besar-besaran yang digelar di pusat ibu kota Seoul pada Sabtu (7/1) malam waktu setempat. Unjuk rasa itu bagian dari aksi rutin yang digelar setiap akhir pekan untuk menyerukan mundurnya Presiden Park.
Identitas sang biksu yang berusia 60 tahun itu tidak dirilis ke publik. Dilaporkan kantor berita Yonhap, sang biksu sempat meninggalkan sebuah memo yang isinya mendesak otoritas Korsel untuk segera menangkap Presiden Park atas tuduhan pengkhianatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditambahkan kantor berita Yonhap, biksu yang membakar diri itu, juga menyebut Presiden Park sebagai pengkhianat karena memalsukan kesepakatan dengan Jepang dalam menetapkan kompensasi bagi para wanita penghibur era Perang Dunia II.
Para pengkritik menyebut, kesepakatan Korsel-Jepang tahun 2015 itu tidak cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban Jepang atas praktik kekerasan seks era PD II. Ketegangan antara kedua negara meningkat setelah Jepang menarik Duta Besarnya terkait keberadaan patung wanita penghibur di Busan.
Kembali pada kondisi sang biksu, pihak kepolisian Korsel dan staf rumah sakit Seoul National University menyebut biksu itu mengalami luka bakar tingkat tiga di sekujur tubuhnya. Hingga kini, biksu tersebut masih dalam kondisi tak sadarkan diri.
Aksi bakar diri dalam unjuk rasa cukup sering terjadi di Korsel pada era tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an, saat marak gerakan prodemokrasi. Para aktivis nekat membakar diri untuk menyatakan protes kepada pemerintah saat itu.
(nvc/ita)