Perdana Menteri Malta Joseph Muscat mengatakan, kedua pembajak diyakini sebagai warga Libya.
"Kedua pembajak telah ditahan dan interogasi masih berlangsung. Seluruh kru dan penumpang juga tengah ditanyai untuk memastikan peristiwa," ujar Muscat seperti dilansir media BBC, Sabtu (24/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun perihal permintaan suaka politik ini dibantah oleh Malta. Menurutnya, selama pembajakan, kedua pria tersebut tidak menyampaikan permintaan apapun, termasuk soal suaka politik.
Pesawat Airbus A320 milik maskapai pemerintah Libya, Afriqiyah Airways dibajak saat dalam perjalanan dari Sabha di Libya selatan menuju Tripoli, ibukota Libya. Kedua pembajak memaksa pesawat dialihkan ke Malta. Drama pembajakan pada Jumat (23/12) itu berakhir damai setelah berlangsung sekitar empat jam.
Pesawat mendarat di Bandara Internasional Malta pada sekitar pukul 11.34 waktu setempat, dengan mengangkut 109 penumpang, enam kru dan dua pembajak. Semua penerbangan dari dan ke Malta sempat dihentikan sementara militer Malta melakukan negosiasi dengan pembajak.
Awalnya, kedua pembajak dikira memiliki sebuah granat dan setidaknya satu pistol dalam aksi pembajakan tersebut. Namun kemudian diketahui bahwa keduanya hanya menggunakan senjata replika.
Setelah membebaskan semua penumpang dan dua kru, pembajak sempat menahan empat kru pesawat selama beberapa saat. Setelah negosiasi lebih lanjut, pembajak setuju untuk membebaskan keempat kru tersebut dan menyerah. Personel militer Malta bersenjata lengkap kemudian menyerbu masuk ke pesawat untuk menangkap kedua pembajak.
(ita/ita)