Mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga Jerman dan Prancis terkejut saat Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, yang dikuasai pemberontak beberapa tahun terakhir berhasil direbut kembali pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad. Assad didukung Rusia, Iran dan milisi Syiah dalam pertempuran itu.
Dalam permohonan emosionalnya pada Selasa (13/12) waktu setempat, seperti dilansir AFP, Jumat (16/12/2016), Duta Besar AS untuk PBB Samantha Power bertanya kepada Presiden Assad dan sekutunya: "Apakah Anda tidak memiliki rasa malu?"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Proses Evakuasi Warga Sipil dan Korban Luka dari Aleppo Terhenti
Namun terlepas dari perang kata, negara-negara Barat tidak mampu menghentikan kekejaman yang terjadi di Suriah. Serangan udara dan serangan darat menewaskan ratusan warga sipil serta memaksa ribuan orang hidup tanpa rumah, tanpa makanan dan air minum yang layak.
Dalam pertemuan Uni Eropa pada Kamis (15/12), Kanselir Jerman Angela Merkel menuding rezim Suriah bersama Rusia dan Iran sebagai pendukung kejahatan perang. Merkel menegaskan bahwa serangan sengaja ditargetkan pada warga sipil dan rumah sakit.
Sedangkan Presiden Prancis Francois Hollande dalam kunjungannya ke Berlin, Jerman, awal pekan ini, hanya bisa mengakui bahwa: "Kita menunggu terlalu lama untuk menyusun rencana politik."
"Tak melakukan apa-apa tahun lalu, saat Moskow melakukan intervensi untuk menyelamatkan rezim tiran Assad, negara Barat menyerahkan pengaruhnya atas peristiwa-peristiwa yang akan terjadi," sebut media internasional, The Financial Times, dalam kritikan untuk negara Barat.
Baca juga: Lebih dari 50 Korban Luka yang Dievakuasi dari Aleppo Dibawa ke Turki
Kritikan juga dilontarkan media ternama Jerman, Sueddeutsche Zeitung, yang menyatakan: "Uni Eropa memainkan peranannya sebagai pemantau yang terkejut."
Terlepas dari itu semua, yang lebih mengejutkan, publik Eropa yang sebelumnya aktif memprotes konflik Sarajevo atau menentang Perang Irak, kini memilih terdiam di rumah saat rezim Assad menghancurkan Aleppo. "Kebanyakan aksi protes kami di sini, di Berlin, diikuti oleh mayoritas warga Suriah. Kami merasa diabaikan," ucap Mohammad Abu Hajar, pengungsi Suriah yang kini tinggal di Jerman.
Abu Hajar merasa publik Jerman tidak peduli dengan situasi di negara asalnya. "Bukan hanya saya yang marah, kita bicara soal jutaan orang, tidak hanya marah tapi juga putus asa atas solidaritas semacam ini. Pemerintah negara-negara Barat...menunjukkan solidaritas besar pada pengungsi Suriah tapi tidak peduli pada alasan-alasan mengapa mereka menjadi pengungsi, sungguh sikap yang tidak kami pahami," tegas Abu Hajar.
(nvc/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini