Duterte Melunak pada Abu Sayyaf, Akan Temui Langsung Jika Ingin Berdialog

Duterte Melunak pada Abu Sayyaf, Akan Temui Langsung Jika Ingin Berdialog

Rita Uli Hutapea - detikNews
Jumat, 25 Nov 2016 18:19 WIB
Rodrigo Duterte (Foto: REUTERS/Lean Daval Jr)
Manila, - Presiden Filipina Rodrigo Duterte meminta kelompok pemberontak Abu Sayyaf untuk menghentikan aksi-aksi penculikan dan perompakan mereka. Duterte mengajak Abu Sayyaf untuk berdialog langsung dengannya.

Pernyataan Duterte yang melunak ini sangat bertolak belakang dengan ancamannya untuk memusnahkan Abu Sayyaf beberapa bulan lalu. Saat itu, Duterte mengatakan bahwa tak ada solusi damai dalam menghadapi Abu Sayyaf.

Namun dengan sekitar 10 ribu tentara yang dikerahkan ke Filipina selatan, tapi tak juga berhasil menghentikan aksi penyanderaan Abu Sayyaf, Duterte mengatakan, perang habis-habisan bukanlah jawaban untuk itu. Terlebih lagi, perang besar-besaran akan membahayakan nyawa warga sipil tak bersalah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya bisa menjadi jahat, saya bisa jadi anak nakal tapi saya saat ini bicara tentang negara, saya bahkan bisa melakukan itu sekarang," cetus Duterte mengenai pemusnahan militan Abu Sayyaf seperti dilansir kantor berita Reuters, Jumat (25/11/2016).

Dikatakan Duterte, dirinya bisa membombardir Abu Sayyaf dan menewaskan sekitar 20 ribu orang. "Tapi apakah itu akan mendatangkan kedamaian bagi kita jika saya menggunakan kekerasan?" kata Duterte usai mengunjungi para tentara yang terluka dalam perang melawan Abu Sayyaf.

Dikatakan Duterte, dirinya bersedia menemui langsung Abu Sayyaf jika kelompok radikal tersebut ingin berdialog. "Jika mereka ingin bicara, saya bisa pergi menemui mereka di mana saja. Saya bisa pergi sendiri," tutur Duterte.

Abu Sayyaf yang bermarkas di Jolo dan Basilan, Filipina selatan, saat ini menyandera 22 orang, yang kebanyakan warga asing, termasuk beberapa WNI. Kelompok tersebut kerap menuntut uang tebusan yang besar untuk pembebasan para sandera. Awal tahun ini, Abu Sayyaf memenggal dua sandera asal Kanada, yang menuai kecaman dunia internasional.

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads