Dugaan tersebut disampaikan kelompok pengamat konflik yang berbasis di Inggris, IHS Conflict Monitor dalam sebuah laporan yang dirilis hari Selasa (22/11/2016). Sebelumnya, ISIS telah menggunakan senjata kimia dalam setidaknya 52 insiden di Irak dan Suriah sejak tahun 2014.
Menurut laporan IHS, lebih dari sepertiga serangan kimia ISIS tersebut, termasuk serangan dengan zat klorin, telah dilancarkan di kota Mosul dan sekitarnya. Di Mosul saat ini tengah berlangsung operasi militer Irak untuk membebaskan kota tersebut dari para teroris ISIS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seiring Daesh (nama lain ISIS) makin kehilangan kendali di sekitar Mosul, ada risiko tinggi kelompok tersebut menggunakan senjata kimia untuk memperlambat dan mengacaukan pasukan musuh yang mendekat," ujar kepala IHS, Columb Strack seperti dilansir media PressTV, Rabu (23/11/2016).
"Mosul merupakan pusat produksi senjata kimia Daesh," imbuh Strack. "Namun sebagian besar peralatan dan ahli-ahli kemungkinan dievakuasi ke Suriah dalam beberapa pekan dan beberapa bulan sebelum operasi Mosul, bersama konvoi anggota senior lainnya dan keluarga mereka," kata Strack.
Para tentara Irak dan pejuang-pejuang sekutu telah melancarkan operasi perebutan Mosul sejak 17 Oktober lalu. Mosul merupakan basis kuat ISIS yang terakhir di Irak. Kota itu jatuh ke tangan ISIS dua tahun lalu, ketika kelompok teroris itu mulai melancarkan serangan besar-besarannya di wilayah Irak utara dan barat.
(ita/ita)











































