Pekerjakan Buruh Murah di Bangladesh hingga Indonesia, Donald Trump Disorot

Pekerjakan Buruh Murah di Bangladesh hingga Indonesia, Donald Trump Disorot

Rini Friastuti - detikNews
Rabu, 24 Agu 2016 02:22 WIB
Foto: REUTERS/Carlo Allegri
Washington DC - Dalam setiap kesempatan Donald Trump boleh saja berkata akan selalu berpihak kepada pekerja Amerika Serikat (AS), namun saat membuat baju untuk dirinya sendiri, Trump rupanya lebih memilih untuk memproduksinya di negara lain. Negara tersebut diketahui sebagai tempat yang mempekerjakan buruh dengan upah yang sangat murah.

Pernyataan kandidat presiden AS dari kubu Republikan ini selama kampanye kontras sekali dengan kenyataan yang terjadi dalam bisnis pakaian yang dia miliki, seperti halnya pengusaha di bidang manufaktur lain, melompat dari satu negara ke negara lainnya untuk mencari upah dan biaya produksi paling rendah.

Donald J Trump Collection merupakan brand pakaian pria milik Donald Trump yang menjual baju, jas, dasi serta aksesori. Kenyataannya saat ini semuanya dibuat oleh pabrik di luar AS dengan biaya tenaga kerjanya berbiaya sangat murah apabila dibandingkan dengan upah yang diterima pekerja AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti dilansir CNN, Rabu (24/8/2016), tahun 2004 Trump menghentikan kerjasama dengan raksasa pakaian global PHV untuk membuat pakaian yang dia produksi. Sejak saat itu, Donald J Trump Collection diproduksi oleh sejumlah pabrik di Amerika Tengah dan Asia, setelah itu dikirimkan ke AS yang dijual di toko dan online.

Scott Nova, direktur eksekutif Konsosrium Hak Asasi Buruh, sebuah grup hak asasi buruh independen, melakukan investigasi pada industri garmen. Dia memberikan satu alasan kenapa pakaian dibuat di luar negeri. Jawabannya adalah tenaga kerja berbiaya murah.

"Sebenarnya bisa saja apabila sebuah perusahaan berkomitmen untuk memproduksi pakaian di AS," ujar Nova. Namun dia menambahkan, "Perusahaan tersebut tentunya harus bersaing untuk menemukan upah terendah yang dapat diberikan," jelasnya.

Brand pakaian milik Trump memang mengalami kegagalan sejak pernyataan kontroversialnya tentang masyarakat Meksiko dan Muslim. PHV sendiri menyatakan telah menghapus setahap demi setahap kesepakatan dengan Trump.

Walau begitu orang masih dapat menemukan merek pakaian milik Trump di internet, tentunya dengan harga yang diturunkan secara drastis. CNN sendiri memesan beberapa item milik Trump di antaranya kemeja seharga US16.95 buatan Bangladesh, Jas seharga US 166.88 buatan Indonesia, hingga penjepit dasi berbentuk dolar buatan China seharga US 24.
Jas produksi Donald J Trump buatan Indonesia (Dok. Workers Right Consorsium)

Ukuran dan warnanya sangat terbatas, mengimplikasikan merek pakaian Trump telah berada di ujung tanduk. Namun dalam setiap kampanye Trump membantah kegagalan dalam bisnis retailnya tersebut.

Dokumen pengiriman yang diterima CNN menunjukkan pada tahun 2014 pakaian produksi Trump dikirimkan ke AS dari sebuah pabrik di Honduras, di mana upah minimum pekerja di sana US 1.30 per jam. Bahkan upah per jam tersebut dianggap terlalu tinggi bagi pabrikan milik Trump, sehingga kontrak dengan pabrik dari Honduras diputus pada 2015.

Di tahun yang sama, dokumen pengiriman yang diterima CNN menunjukkan bahwa pakaian produksi Trump diproduksi dan dikirimkan dari Bangladesh, di mana upah rata-rata buruh hanya 33 sen per jam. CNN tak dapat menentukan apakah upah dibayarkan sesuai jumlah pakaian yang diproduksi, atau kondisi di bawah siapa mereka bekerja.
Jas produksi Donald J Trump buatan Indonesia (Dok. Workers Right Consorsium)

"Bangladesh dikenal sebagai negara yang memberikan upah paling murah dengan tingkat keamanan paling rendah di seluruh negara pengekspor pakaian," kata Nova.

Jeff Danzer, mantan wakil presiden dari perusahaan yang menengahi kesepakatan antara Trump dan PVH mengatakan tahun 2004 Trump ingin mencari perusahaan yang memproduksi pakaian berkualitas dengan harga yang bersaing. Namun Danzer mengatakan Trump tidak menekankan pakaian tersebut harus dibuat dan diproduksi di AS.

"Dia tidak mengatakan apa-apa tentang di mana pakaian tersebut diproduksi," ujar Denzel kepada CNN.

Trump harus menjawab pertanyaan selama kampanye utama tentang keputusannya memproduksi pakaian di luar negeri. Kepada CNN saat itu Trump beralasan dasi miliknya diproduksi di China "Karena mereka memanipulasi mata uangnya hingga sampai ke titik yang mustahil bagi perusahaan untuk bersaing".

Tim kampanye Trump juga mengirimkan CNN pernyataan; "Tuan Trump memiliki bisnis retail yang kecil namun sangat sukses. Dia sangat terbuka dengan fakta bahwa hampir seluruh produknya tak dapat diproduksi di AS karena manipulasi mata uang yang ekstrem oleh negara-negara seperti China yang membuatnya mustahil untuk bersaing dan memproduksi produk serupa di AS," demikian pernyataan tim kampanye Trump.

Tim CNN's Reality Check menemukan fakta bahwa pernyataan tim kampanye Trump keliru. Tidak benar bahwa China memanipulasi nilai tukar mata uang untuk keuntungan manufaktur. Mata uang China sendiri sebenarnya semakin menguat dalam 10 tahun terakhir. (rni/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads