Kepala Kepolisian Nasional Filipina Ronald dela Rosa mengatakan seperti dilansir kantor berita Reuters, Selasa (23/8/2016), sekitar 300 polisi masuk dalam daftar pengawasan karena dicurigai menjual narkoba yang disita dalam penggerebekan-penggerebekan atau melindungi sindikat yang terlibat dalam pembuatan dan distribusi narkoba.
Sebelumnya, Ronald Dela Rosa menuturkan kepada komisi Senat, bahwa 712 pengedar dan pengguna narkoba tewas dalam operasi kepolisian sejak Presiden Rodrigo Duterte dilantik tujuh minggu lalu. Selama kampanye dan setelah dilantik menjadi Presiden Filipina, Duterte terang-terangan menyatakan perang terhadap narkoba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu dekat Filipina, mengaku sangat khawatir. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner mendorong pemerintahan Duterte untuk memastikan penegak hukum Filipina mematuhi norma HAM.
Operasi pemberantasan narkoba dan komentar-komentar kasar Duterte membuat AS berada dalam dilema. AS berupaya menyatukan sekutu dan mitranya di Asia demi menghadapi China yang semakin kuat, namun di sisi lain kiprah Duterte bertentangan dengan keyakinan AS.
Dilema itu terlihat jelas dalam tanggapan Toner saat memberikan penjelasan kepada wartawan di kantor Departemen Luar Negeri AS di Washington.
"Kami terus memperjelas kepada pemerintah Filipina ... kekhawatiran kami soal HAM, pembunuhan di luar hukum, tapi kami juga berkomitmen pada hubungan bilateral dan berupaya memperkuat hubungan bilateral itu," tandas Toner.
(ita/ita)