Keduanya ditangkap di bawah undang-undang era kolonial yang mengizinkan tersangka ditangkap tanpa persidangan. Seperti dilansir Reuters dan AFP, Jumat (19/8/2016), keduanya diidentifikasi Rosli bin Hamzah (50) dan Mohamed Omar bin Mahadi (33).
Hamzah yang berprofesi sebagai tukang cuci mobil dan Mahadi yang bekerja sebagai sopir truk, sama-sama dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Hukuman itu dijatuhkan tanpa keduanya menjalani persidangan yang layak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia (Hamzah) meyakini bahwa militan ISIS bertempur untuk Islam dan pemenggalan yang mereka lakukan terhadap 'musuh' diperbolehkan secara agama," sebut Kementerian Urusan Dalam Negeri Singapura soal pandangan Hamzah.
Baca juga: Rencana Serangan Roket Digagalkan, Warga Singapura Diimbau Lebih Waspada
"Dia semangat pergi ke Suriah untuk bertempur bagi ISIS," imbuh pernyataan itu.
Sedangkan Mahadi, sebut otoritas Singapura, bersiap untuk mengajak serta istri dan anaknya ke Suriah untuk bergabung ISIS. "Dia bersiap mati martir," terang Kementerian Urusan Dalam Negeri Singapura soal Mahadi.
Singapura yang selama beberapa dekade tidak dilanda serangan teror, mengerahkan pengawasan besar-besaran hingga dipandang sebagai salah satu negara paling aman di dunia. Undang-undang Keamanan Internal (ISA), yang menjadi dasar penahanan Hamzah dan Mahadi, banyak dikritik oleh kelompok HAM karena memperbolehkan penahanan tanpa sidang.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas Singapura telah menahan maupun memulangkan puluhan orang yang diduga terkait aktivitas terorisme.
Baca juga: 6 Terduga Teroris Berniat Serang Marina Bay, Singapura Tingkatkan Pengamanan
Baru-baru ini, kekhawatiran Singapura meningkat setelah kepolisian Indonesia menangkap enam terduga teroris, yang diyakini berencana menyerang Singapura dengan roket. Otoritas Singapura menyebut, negaranya yang menjadi pusat finansial Asia Tenggara kini semakin berpotensi menjadi target serangan teror.
(nvc/imk)











































