MH370 yang membawa 239 penumpang dan awak menghilang pada Maret 2014 lalu, sesaat usai lepas landas dari Kuala Lumpur menuju Beijing, China. Penyidik meyakini seseorang sengaja mematikan transponder (alat penguat sinyal) sebelum mengalihkan penerbangan ke Samudera Hindia, yang berjarak ribuan kilometer dari ruter seharusnya.
Baca juga: Ditemukan Rencana Rute ke Lokasi Jatuhnya MH370 dalam Simulator Milik Pilot
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemungkinan besar puing terbaru yang sedang dianalisis, berasal dari pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 yang hilang," sebut Menteri Infrastruktur dan Transportasi Australia, Darren Chester, dalam pernyataannya seperti dilansir Reuters, Jumat (29/7/2016).
"Para ahli akan terus menganalisis puing untuk mengkaji informasi yang bisa ditentukan dari puing itu," imbuh Chester.
Baca juga: Pencarian Dihentikan Sementara, Harapan Menemukan MH370 Makin Pupus
Jika dipastikan, maka puing sayap pesawat itu akan menjadi puing kedua yang dipastikan dari MH370. Sejauh ini, penyidik baru memastikan satu puing MH370 yakni sebuah flaperon yang ditemukan di Pulau Reunion, pulau kecil milik Prancis di Samudera Hindia, pada Juli 2015 lalu.
Beberapa puing lainnya ditemukan di sejumlah lokasi, seperti Mozambik, Afrika Selatan dan Pulau Rodrigues yang merupakan bagian wilayah Mauritius. Puing-puing itu hampir pasti dinyatakan sebagai bagian dari MH370.
Pencairan pesawat jenis Boeing 777 itu telah berlangsung selama lebih dari 2 tahun dengan difokuskan pada perairan terpencil di Samudera Hindia bagian selatan. Namun hingga kini belum ada tanda-tanda keberadaan puing utama MH370 yang ditemukan.
Baca juga: Peneliti Italia: Letak MH370 Kemungkinan Jauh ke Utara
Pekan lalu, otoritas ketiga negara yang berkepentingan dalam tragedi ini, Malaysia, China dan Australia mengumumkan akan menghentikan sementara pencarian di Samudera Hindia, jika tetap tidak ada petunjuk kredibel soal keberadaan MH370.
(nvc/mad)











































