Hasil survei komprehensif Biro Statistik Australia yang melakukan Survei Sosial terhadap warga Aborigin dan Selat Torres Nasional (NATSISS) tentang warga Aborigin Australia kembali membuktikan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk menutup kesenjangan antara masyarakat adat dengan populasi umum, demikian dilansir dari Australia Plus Indonesia edisi 2 Mei 2016.
detikcom bersama dua media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Mei 2016 lalu, mendatangi beberapa pusat permukiman Aborigin di Gove, Northern Teritory, Australia. Di Gove, masyarakat Aborigin hidup berkelompok berdasarkan klannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Richard secara spesifik melakukan penelitian dan turun tangan membantu Suku Yolngu (masyarakat Aborigin yang tinggal di Nhulunbuy, Gove). Tantangannya adalah suku Yolngu masih sulit untuk diajak menabung dan membuat perekonomian mereka stabil.
Richard Trudgen, pendiri LSM Why Warriors (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom) |
"Permasalahan mendasar bagi Yonlngu adalah mereka tidak berpikir ke masa depan, mereka hanya memikirkan untuk hidup hari ini saja," kata Richard saat bercerita di rumah kecilnya di sudut Kota Gove.
Di Gove, ada sekitar 90 permukiman Yolngu. Dalam pandangan Richard, hal yang terjadi saat ini kepada masyarakat Aborigin tidak terlepas dari yang mereka dapatkan di masa lalu.
"Mereka tidak mendapatkan akses informasi yang cukup, tidak mendapatkan akses pendidikan yang cukup dan sengaja dibedakan saat mengakses modal dan memulai usaha, salah satunya dengan pajak yang sangat tinggi," jelas Richard.
Selain itu, orang-orang Aborigin belum paham sistem perekonomian modern. Mereka di masa lalu tidak mendapatkan informasi lebih terkait pertumbuhan sistem dan dunia ekonomi.
"Sebagian besar dari mereka hanya melukis dan menjual lukisannya dengan harga murah. Mengolah bahan-bahan alam. Ada yang dipekerjakan di tempat lain di dunia industri, tapi mereka terpengaruh intervensi budaya negatif dan terpengaruh narkoba serta alkohol," imbuhnya.
Lukisan warga Aborigin Suku Yolngu. Suku Yolngu melukis dan menjual lukisan ini untuk mendapatkan penghasilan (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom) |
Untuk itu, Richard bersama timnya sengaja memberikan pendampingan kepada Yolngu untuk meningkatkan derajat ekonomi mereka. Mulai dari memberikan pendampingan terkait sistem perekonomian modern hingga meningkatkan kemampuan komunikasi masyarakat Aborigin agar bisa lebih mudah masuk dalam sistem ekonomi modern.
Richard mendirikan sekolah online untuk para masyarakat Aborigin. Dia juga mengadakan beberapa seminar dan pelatihan khusus bagi warga minoritas itu. Pelatihan penggunaan internet dan penggunaan komputer juga diberikan.
Selain itu, pria 65 tahun itu juga mendirikan Yolngu Radio yang menjadi media untuk mendiskusikan berbagai hal, salah satunya untuk meningkatkan pemahaman warga Aborigin terhadap sistem ekonomi baru.
Perempuan Suku Yolngu yang sedang melukis (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom) |
"Kami ingin memangkas gap antara Aborigin dengan budaya yang terus bergerak. Kami mendekatkan diri dengan proyek-proyek lokal bagi mereka," tegas Richard.
"Terbukanya akses dan memberikan kesempatan berbisnis kepada mereka akan menjadi semacam inkubator agar mereka bisa mengikuti perkembangan dunia ekonomi," imbuhnya.
Melalui websitenya, www.whywarriors.com.au, Richard mengkampanyekan gerakannya. Sebenarnya, dia tidak hanya berupaya memberdayakan bidang ekonomi Aborigin, namun juga di bidang kesehatan, dengan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi Yolngu untuk lebih sadar terhadap kesehatan mereka.
Baca terus fokus "Jelajah Australia 2016" dan ikuti Hidden Quiz-nya!
(nwk/nrl)












































Richard Trudgen, pendiri LSM Why Warriors (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)
Lukisan warga Aborigin Suku Yolngu. Suku Yolngu melukis dan menjual lukisan ini untuk mendapatkan penghasilan (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)
Perempuan Suku Yolngu yang sedang melukis (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)