'Obat' Rindu Aborigin pada Pelaut Makassar

Jelajah Australia 2016

'Obat' Rindu Aborigin pada Pelaut Makassar

Ikhwanul Khabibi - detikNews
Rabu, 27 Jul 2016 11:15 WIB
Foto: Macassan Beach yang disebut sebagai titik pertama kapal pinisi yang membawa pelaut dan saudagar Makassar bersandar (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)
Darwin - Jasa para pelaut dari Makassar begitu membekas di hati warga Aborigin dari suku Yolngu yang hidup di Gove, Northern Territory, Australia. Hingga saat ini, mereka tidak bisa lupa bagaimana nikmatnya berdagang dengan pelaut Makassar.

Pada sekitar tahun 1700-an, pelaut dari Makassar yang menaiki perahu pinisi tiba di pantai utara Australia. Para pelaut dan saudagar Bugis itu datang murni untuk berdagang dan membeli teripang, tidak ada niatan sedikit pun untuk menguasai atau merebut lahan produksi.

Teripang yang saat itu dicari orang Makassar (Koleksi bukti sejarah tentang hubungan Makassar dan Aborigin di Museum dan Galeri Seni Northern Territory/dokumentasi detikcom/Nograhany WK)


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yolngu paling dekat dengan pelaut Makassar, dapat diketahui dari pengaruh bahasa dan pengaruh budayanya. Yolngu begitu akrab barang kali karena kunjungan pelaut Makassar lebih teratur. Mereka bekerjasama," kata Dr Paul Thomas yang merupakan Coordinator Indonesian Studies di Faculty of Arts, Monash University saat diwawancarai detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International di kampusnya di Melbourne, Victoria, Austalia pada Juni 2016 lalu.

Kerjasama antara pelaut Makassar dan Suku Yolngu berjalan cukup lama. Mereka berhubungan dagang kurang lebih 150 tahun, antara tahun 1760-1770-an hingga tahun 1907. Setiap tahun pada bulan Desember saat memasuki musim hujan, puluhan kapal pinisi yang membawa ratusan pelaut Makassar bersandar di pantai utara Australia.

Macassan Beach yang disebut sebagai titik pertama kapal pinisi yang membawa pelaut dan saudagar Makassar bersandar (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Selama kurun waktu tersebut, pelaut Makassar banyak mengenalkan hal baru kepada Suku Yolngu. Hubungan kedua bangsa itu menjadi semakin erat karena proses perdagangan yang semakin lancar dan menguntungkan kedua belah pihak.

Dr Paul Thomas, Coordinator Indonesian Studies di Faculty of Arts, Monash University (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


"Pelaut Makassar membawa beras yang saat itu dianggap tidak terlalu penting karena harganya yang murah, tetapi bagi suku asli, beras sangat penting. Perdagangan antara orang Indonesia dan suku asli lebih besar di beras dan pisau, logam, tembakau. Lebih luas perdagangannya dari teripang saja," jelas Paul.

Peninggalan pelaut Makassar pada warga Aborigin di Australia utara, mulai perkakas besi, botol kaca hingga motif kain (Dokumentasi detikcom/Nograhany WK)


Namun, keadaan berubah seketika saat pemerintah Australia pada tahun 1907 memberlakukan peraturan baru. Kala itu, pemerintah Australia yang berpusat di bagian selatan benua itu menerapkan sistem pungutan pajak bagi perdagangan teripang dan komoditi lainnya.

Untuk diketahui, 6 negara otonom koloni Inggris (Queensland, New South Wales, Victoria, Tasmania, South Australia, dan Western Australia) bersepakat bersatu membentuk satu negara Australia dan mendeklarasikan diri menjadi negara persemakmuran Inggris pada 1 Januari 1901.

Pelaut Makassar yang membeli teripang dari warga Aborigin diharuskan pemerintah Australia bersandar di Pelabuhan Darwin dan dipungut biaya tambahan. Saudagar Makassar yang keberatan dengan pungutan pajak pemerintah Australia itu kemudian memutuskan untuk tak lagi datang ke Australia Utara untuk membeli teripang dari warga Aborigin.

Dalam catatan sejarah bangsa Aborigin yang juga diarsipkan di South Australian Parliamentary Papers yang kemudian dikutip Richard Trudgen, seorang relawan pendiri Why Warriors, LSM yang fokus bergerak untuk meningkatkan taraf hidup Aborigin, pelaut dan saudagar asal Makassar terakhir datang ke Australia pada 1907.

Warga Yolngu saat itu sangat terpukul. Sistem perekonomian yang sudah dibangun sekitar 150 tahun tiba-tiba runtuh. Kesejahteraan tiba-tiba menurun dan kehilangan pekerjaan serta sumber penghidupan. Rasa kehilangan yang amat mendalam membekas di hati para warga suku Yolngu.

Richard Trudgen, pendiri LSM Why Warriors (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


"Beberapa Yolngu mengisahkan bagaimana kakek buyut mereka menangis saat tahu Macassan tak akan pernah kembali. Bahkan mereka mempertanyakan apa kewenangan Balanda (sebutan Aborigin untuk orang ras Kaukasia di Australia, serapan dari Belanda, bahasa Melayu yang dibawa orang Makassar-red) yang merusak legal agreement antara klan Yolngu dan Macassan," jelas Richard.

Di Macassan Beach, titik pertama yang menjadi tempat pendaratan pelaut Makassar, warga Yolngu pada 1907 itu terus menunggu setiap sore. Ratusan orang duduk berjejer di sepanjang pantai, terus memandangi laut sambil menunggu datangnya perahu pinisi. Namun, penantian mereka tidak pernah menemui titik temu.

Macassan Beach yang disebut sebagai titik pertama kapal pinisi yang membawa pelaut dan saudagar Makassar bersandar (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


"Mereka duduk di pinggir pantai sambil terus menyanyikan lagu yang dulu selalu dinyanyikan Macassan saat bekerja," ujar seorang tokoh Suku Yolngu Djawa Burarrwanga Gondarra.

Djawa Burarrwanga Gondarra, tokoh Suku Yolngu (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Djawa mengisahkan, menurut penuturan kakeknya, warga Yolngu selalu berkumpul di pinggir pantai setiap sore dan itu berjalan selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya mereka sadar bahwa pelaut Makassar tidak akan kembali lagi.

Untuk sedikit mengobati kerinduan, warga Suku Yolngu akhirnya menyusun ribuan batu kecil di pinggir Macassan Beach. Ribuan batu disusun untuk menggambarkan bentuk kapal pinisi, kapal yang digunakan para pelaut Makassar.

"Para kakek buyut kami menyusun batu untuk menggambarkan bentuk perahu yang dinaiki para orang Makassar, sehingga bisa diceritakan ke anak dan cucunya bagaimana bentuk perahu Makassar itu," tutur Dianne Biritjalawuy Gondarra, salah seorang warga Suku Yolngu.

Selain itu, beberapa peninggalan para pelaut Makassar seperti pisau, pot dan alat dari logam lain terus dijaga para warga Yolngu secara turun-temurun. Bahkan hingga saat ini barang-barang itu masih berada di Buku Larrngay Mulka (galeri seni Yolngu) di Yirrkala, Northern Territory.

Buku-Larrngay Mulka, sebuah galeri seni masyarakat Aborigin di Yirrkala, Nhulunbuy, Australia. (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Untuk terus mengenang para pelaut Makassar, warga Yolngu menggambarkan para pelaut Makassar dalam berbagai karya seni. Dalam berbagai lukisannya, Suku Yolngu menggambarkan kapal pinisi, teripang, pelaut Makassar dan berbagai barang-barang yang digunakan para pelaut Makassar pada masa itu.

Baca terus fokus "Jelajah Australia 2016" dan ikuti Hidden Quiz-nya! (nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads