Menelisik Jejak Pelaut Makassar di Pantai Macassan NT Australia

Jelajah Australia 2016

Menelisik Jejak Pelaut Makassar di Pantai Macassan NT Australia

Ikhwanul Khabibi - detikNews
Senin, 25 Jul 2016 11:10 WIB
Foto: Macassan Beach yang disebut sebagai titik pertama kapal pinisi yang membawa pelaut dan saudagar Makassar bersandar (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)
Darwin - Soal siapa orang di luar bangsa Aborigin yang pertama kali menginjakkan kaki di Benua Australia masih menjadi perdebatan. Dalam sejarah resmi Australia, Kapten James Cook dari Inggris adalah orang pertama yang menemukan Benua Australia.

James Cook, seorang penjelajah samudera dari kerajaan Inggris disebut berhasil sampai ke daratan yang kemudian diberi nama Australia. Kala itu pada tahun 1700-an, Kapten Cook mendarat di Australia bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Namun, ternyata pada kurun waktu yang bersamaan, sekitar tahun 1700-an, ada orang lain selain Kapten Cook yang mendarat di Australia. Mereka adalah sekelompok pelaut dan saudagar dari suku-suku maritim Nusantara yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Menggunakan kapal pinisi, para pelaut Makassar mendarat di Arnhemland, pantai utara Australia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Para pelaut datang ke pantai utara Australia untuk mencari teripang. Wilayah perairan di pantai utara Australia saat itu sangat dikenal dengan hasil teripangnya yang melimpah.

"Untuk pencarian teripang saja oleh pelaut dari Nusantara dimulai tahun 1760-an, mungkin ada sebelumnya, tapi secara teratur mereka mulai datang tahun 1760-an, buktinya dari catatan Belanda," kata Dr Paul Thomas yang merupakan Coordinator Indonesian Studies di Faculty of Arts, Monash University, yang ditemui detikcom dan 2 media lain dari Indonesia yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Mei-Juni 2016 lalu.

Dr Paul Thomas, Coordinator Indonesian Studies di Faculty of Arts, Monash University (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Paul sangat yakin, jauh sebelum itu sudah ada pelaut dari Nusantara yang sampai ke pantai utara Australia. Namun sayangnya, tidak ada bukti tertulis kapan waktu tepatnya pertama kali pelaut dari Makassar mendarat di pantai utara Australia.

Untuk menelusuri kebenaraan sejarah itu, detikcom bersama dua media lain dari Indonesia yang difasilitasi Australia Plus ABC International mendatangi pantai utara Australia. Kami mendatangi tempat-tempat yang menjadi tempat pendaratan para pelaut Makassar dan menelusuri sisa-sisa sejarahnya.

Perjalanan dimulai dari Darwin, Australia. Tim langsung menuju Gove, satu jam penerbangan dari Darwin, Gove berada di ujung utara benua Australia.

Gove merupakan sebuah kota kecil yang dihuni tidak lebih dari 2.500 penduduk. Kota kecil itu sebagian besar dihuni warga asli Aborigin dari Suku Yolngu.

Suasana kota Gove NT Australia (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Sesampainya di bandara Gove, kami langsung menyewa mobil double cabin. Keadaan alam di Gove masih berupa hutan lebat dan banyak jalan yang belum diaspal, sehingga mobil double cabin menjadi alternatif transportasi terbaik. Hanya ada sedikit taksi di Gove dengan jam operasional terbatas dan tidak ada moda transportasi umum lain.

Beberapa orang kami temui, salah satunya adalah seorang relawan yang peduli terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Aborigin, Richard Trudgen. Richard mengenalkan kami dengan beberapa tokoh dari suku Yolngu.

Di Gove, kami diberitahu beberapa tempat yang menjadi tempat pendaratan pelaut Makassar. Kami memutuskan untuk mendatangi semua tempat itu.

Tempat pertama yang didatangi adalah Macassan Beach yang disebut sebagai titik pertama kapal pinisi yang membawa pelaut dan saudagar Makassar dan Bugis bersandar. Nama Macassan juga diambil dari sebutan yang disematkan warga suku Yolngu kepada para pelaut dari Sulsel itu.

Untuk menuju Macassan Beach bukan perkara yang mudah. Kami harus menembus hutan lebat dengan jalan berupa tanah berlumpur yang semakin sulit dilewati saat hujan. Di sepanjang jalan, banyak rambu-rambu peringatan bahwa banyak buaya yang sering melintas.

(Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Macassan Beach letaknya sekitar 20 km dari pusat Kota Gove. Pantai tersebut saat kami datangi, berombak cukup kencang. Di sekitar pantai, dipasang berbagai tulisan tentang sejarah kedatangan para pelaut Bugis.

Papan peringatan di Macassan Beach (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Di pantai ini, terdapat batu-batu kuno yang dibentuk untuk menggambarkan sebuah pola. Dianne Biritjalawuy Gondarra, salah seorang warga suku Yolngu yang menemani kami menyebutkan bahwa batu itu dibentuk untuk menggambarkan bentuk kapal pinisi. Kapal yang digunakan para pelaut Makassar.

Batu-batu kuno yang disusun nenek moyang Suku Yolngu (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


"Para kakek buyut kami menyusun batu untuk menggambarkan bentuk perahu yang dinaiki para orang Makassar, sehingga bisa diceritakan ke anak dan cucunya bagaimana bentuk perahu Makassar itu," jelas Dianne.

Warga suku Yolngu menceritakan, para nenek moyangnya menceritakan secara turun temurun soal kedatangan para pelaut dari Makassar. Dalam cerita turun-temurun itu disebutkan bahwa pelaut Makassar adalah kelompok yang sangat berjasa kepada Suku Yolngu, mengajarkan berdagang teripang, mengenalkan beras dan mengenalkan senjata tajam. Karena kedatangan para pelaut Makassar itu, kehidupan warga Suku Yolngu saat itu membaik.

(Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Dari Macassan Beach, kami menuju Pantai Galupa. Pantai Galupa disebut sebagai tempat para pelaut Bugis mengolah teripang untuk dijadikan teripang kering. Warga Yolngu saat itu menjadi belajar bagaimana cara mengolah teripang, mulai dari merebus dengan menggunakan alat logam berukuran besar hingga mengeringkan teripang agar bisa bertahan lama.

(Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Pantai Galupa disebut juga menjadi 'diplomatic area' para saudagar kala itu. Mereka membicarakan dan bersepakat tentang harga teripang dan jumlah tukarnya. Selain itu, pemilik lahan (petinggi Yolngu) juga menyepakati jumlah bagi hasil dengan para pekerja.

(Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Jejak sejarah para pelaut Makassar juga terlihat jelas dari berbagai karya seni suku Yolngu hingga saat ini. Para warga Yolngu masih menggambarkan perahu pinisi, pisau dan barang-barang lain yang dikenalkan para warga suku Bugis. Suku Yolngu, mengenang jasa para pelaut Makassar dengan cara mereka sendiri, yakni dengan melukiskan di berbagai karya seninya.

(Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


Selain itu, pengaruh pelaut Makassar masih terlihat jelas hingga saat ini. Ada lebih dari 300 kata yang digunakan suku Yolngu yang berasal dari bahasa Makassar atau bahasa Melayu. Kata-kata tersebut di antaranya belanja, rupiah (untuk menyebut uang), Balanda (untuk menyebut warga kulit putih), prau (untuk menyebut kapal), dan lain-lainnya.

Papan yang menunjukkan jejak pelaut Makassar pada Suku Yolngu Aborigin (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)


"Ada pengaruh dari 3 bahasa, Melayu, Bugis dan satu bahasa yang kurang jelas. Pada awalnya tidak ada dokumen tertulis, tapi pada abad 19 ada laporan di koran, saat orang Eropa datang ke pantai utara mereka menemukan desa yang menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu waktu itu bahasa pengantar di Indonesia. Ada sekitar 200-300 kata yang berasal dari Indonesia," tutur Dr Paul.

Baca terus fokus "Jelajah Australia 2016" dan ikuti Hidden Quiz-nya!

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads