Banjir di China utara dan tengah telah menewaskan sedikitnya 150 orang, banyak yang masih hilang dan ratusan ribu orang mengungsi. Di wilayah Xingtai yang berada di provinsi Hebei, sedikitnya 23 orang tewas dan 13 lainnya belum ditemukan. Hal ini menjadi salah satu faktor utama atas ketidakpuasan publik terhadap respon pemerintah terhadap bencana itu.
Seperti dilansir AFP, Senin (25/7/2016), masyarakat sekitar lokasi bencana juga mengungkapkan kecurigaan mereka atas banjir yang datang tiba-tiba saat penduduk desa tengah tertidur. Mereka curiga banjir tersebut merupakan banjir buatan. Mereka juga menduga banjir berasal dari waduk terdekat, bukan karena rusaknya tanggul sungai seperti yang diklaim pemerintah setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak memberitahu penduduk desa tentang kedatangan banjir tak hanya sebuah kelalaian, itu sudah merupakan pembunuhan," tulis seorang pengguna sosial media Sina Weibo, Sabtu (24/7).
Provinsi Hebei dan Henan adalah yang terparah terkena banjir bandang dan longsor. Sedikitnya 114 orang tewas di Hebei, dengan 111 hilang dan 53.000 rumah hancur, kata pihak berwenang.
Pemerintah Cina sudah mengatakan bahwa mereka akan menyediakan dana bantuan untuk daerah-daerah banjir, di mana jutaan orang terkena dampaknya. Listrik mati dan masalah besar komunikasi serta transportasi melanda area yang luas, menurut Xinhua.
Hujan musim panas di Cina terjadi sangat deras tahun ini. Diperkirakan ada sekitar 1,5 juta hektare tanaman panen yang rusak dan kerugian ekonominya melebihi $ 3 miliar atau Rp 39 triliun lebih. (rni/jor)











































