Kegelisahan Eksportir Sapi Australia dengan Kebijakan Indonesia

Jelajah Australia 2016

Kegelisahan Eksportir Sapi Australia dengan Kebijakan Indonesia

Ikhwanul Khabibi - detikNews
Jumat, 22 Jul 2016 10:02 WIB
Foto: Berrimah Export Yard di NT Australia (Foto: Ikhwanul Khabibi/detikcom)
Darwin - Indonesia hingga saat ini belum berhasil memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri. Akibatnya, Indonesia masih harus mengimpor daging sapi dari luar negeri, sebagian besar dari Australia.

Setiap tahun, paling tidak ada kisaran 600 ribu ekor sapi dari Australia yang diimpor ke Indonesia. Sapi-sapi berjenis brahman itu berasal dari kawasan paling utara Australia, yakni Northern Territory.

Para eksportir sapi di Darwin sudah lebih dari 20 tahun menjual sapi hidup ke Indonesia. Belakangan, mereka menjual sapi bakalan dengan berat 250 kg. Sesampainya di Indonesia, sapi-sapi tersebut tidak langsung dipotong, namun masih melalui proses penggemukan beberapa bulan hingga mencapai berat hingga 400-an kg.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, para eksportir sapi di Australia belakangan dibuat bingung. Pasalnya, pemerintah Indonesia sering mendadak menentukan kuota impor, sehingga para importir harus 'senam jantung' setiap tahunnya.

Pemerintah Indonesia dianggap selalu mendadak memberitahukan jumlah sapi yang dibutuhkan. Akibatnya, para eksportir harus bekerja keras ketika sapi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dan harus dikirim dalam waktu sesingkat mungkin.

"Sebenarnya akan lebih baik bila ada pengumuman yang lebih cepat. Karena saya hanya memfasilitasi para eksportir, jadi ketika ada pengumuman dari Indonesia, saya mengumpulkan sapi dari para eksportir," kata CEO Northern Territory Livestock Exporters Association (NTLEA) Stuart Kemp, saat ditemui detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International di Berrimah Export Yard milik NTLEA, Darwin, Australia pada Mei 2016 lalu. Export yard adalah tempat pengumpulan sapi dari para pemasok sebelum

Bukan hanya masalah pengumuman jumlah kuota yang dadakan, turunnya izin pun juga sangat mendadak. Apalagi para eksportir harus mengurus izin 4 bulan sekali. Izin itu adalah 'kartu sakti' untuk mengirimkan sapi ke Indonesia.

"Tahun lalu kami mengurus izin 3 bulan sekali, sementara tahun ini kami mengurus izin 4 bulan sekali," jelas Stuart.

Turunnya izin sering mepet dengan waktu pengiriman. Padahal, eksportir sapi di Australia selalu diberi batas waktu untuk pengiriman.

"Kami sudah siap mengirim, tapi ketika izin belum keluar ya tentu kami tidak bisa bergerak. Kadang izin keluar sangat dekat dengan habisnya periode kirim, sehingga kami juga harus bekerja sangat keras," urainya.

Stuart kemudian mencontohkan, dalam satu tahun asosiasi eksportir sapi di Darwin mengirim 600 ribu sapi dalam 4 periode pengiriman. Setiap periode pengiriman harus mengantongi izin. Misal dalam jangka waktu Januari-April, ada 150 ribu sapi yang dikirim. Namun, izin baru keluar pada akhir bulan Maret, sehingga dalam jangka waktu satu bulan harus mengirim sekaligus 150 ribu sapi, karena bila sampai melampaui bulan April, maka itu sudah masuk periode kirim lain. Akibatnya, dibutuhkan lebih banyak kapal dan lebih banyak logistik untuk mengirim sapi ke Indonesia.

Baca terus fokus "Jelajah Australia 2016" dan ikuti Hidden Quiz-nya! (Hbb/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads