Menurut pemimpin spiritual gerakan Hizmet tersebut, AS merupakan negara hukum.
"Saya tak punya kekhawatiran pribadi," tutur Gulen dalam wawancara dengan sejumlah media termasuk AFP di rumahnya di kota Saylorsburg, Pennsylvania. Gulen telah meninggalkan Turki dan bermukim di AS sejak tahun 1999 silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintahan Erdogan telah menyerukan AS untuk mengekstradisi Gulen terkait upaya kudeta pada Jumat, 15 Juli lalu. Erdogan menuding bekas sekutunya itu sebagai otak percobaan kudeta itu. Namun Gulen membantah tuduhan itu dan balik menuding Erdogan mendalangi upaya kudeta itu sebagai upaya memperluas kekuasaannya.
Gerakan Hizmet yang dipimpin Erdogan telah mengkampanyekan Islam moderat di puluhan negara. Oleh Erdogan, Hizmet dianggap sebagai kelompok teroris.
"Sebagai catatan tambahan, saya akan mati suatu hari nanti. Apakah saya mati di ranjang saya atau di penjara, saya tidak peduli," ujar Gulen.
Sebelumnya, Erdogan mengatakan kepada media CNN, permintaan resmi soal ekstradisi Gulen akan diajukan ke AS dalam beberapa hari ini. Namun Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan, Ankara harus memberikan bukti-bukti, bukan tuduhan terhadap Gulen.
Pemerintah Turki sebelumnya juga pernah berupaya untuk mengekstradisi Gulen dari AS menyusul skandal korupsi yanng mengguncang Turki pada tahun 2013. Namun upaya itu gagal.
"Karena itu bukan permintaan yang legal, pemerintah AS tidak menaruh perhatian, tidak menanggapinya dengan serius," kata Gulen.
"Itu permintaan yang tak bisa diterima, tak masuk akal dan tidak legal... Sekarang lewat percobaan kudeta, tampaknya mereka telah memperkuat tangan-tangan mereka. Mereka akan mencoba melakukan hal yang sama," imbuhnya. (ita/ita)











































