"Penerapan hukuman mati tentunya benar-benar tak bisa diterima," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Austria Sebastian Kurz dalam wawancara dengan surat kabar Austria, Kurier seperti dilansir kantor berita Reuters, Senin (18/7/2016).
Seperti diketahui, Turki berambisi untuk menjadi anggota Uni Eropa. Namun penerapan kembali hukuman mati akan membekukan pembicaraan mengenai keanggotaan Turki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan sampai ada pembersihan sewenang-wenang, sanksi kriminal di luar kerangka aturan hukum dan sistem peradilan," tutur Kurz.
"Austria akan mendesak di pertemuan para menlu untuk menetapkan batasan-batasan yang sangat jelas bagi Erdogan," imbuhnya.
Menyusul kudeta yang gagal pada Jumat, 15 Juli malam lalu, ribuan pendukung Erdogan telah menyerukan diberlakukannya kembali hukuman mati. Turki menghapuskan hukuman mati pada tahun 2004 dalam reformasi yang dimaksudkan untuk mendapatkan keanggotaan Uni Eropa.
Penerapan kembali hukuman mati, tentunya akan menimbulkan masalah lebih lanjut antara Uni Eropa dan Turki. Apalagi saat ini, pembicaraan dengan Uni Eropa mengenai keanggotaan Turki tengah mengalami kemandekan.
Erdogan menuding bekas sekutunya yang kini tinggal di Amerika Serikat, ulama terkenal Fethullah Gulen, sebagai dalang di balik kudeta tersebut. Gulen dituding menyusun 'struktur paralel' dalam tubuh pengadilan, kepolisian, militer dan media demi melancarkan kudeta tersebut pada Jumat (15/7) malam.
Dalam pernyataannya, Erdogan menyebut 'kelompok teror' yang dipimpin Gulen telah merusak tubuh militer Turki. Sebagian besar personel militer Turki dari berbagai pangkat yang terindikasi mendukung kudeta itu telah ditangkap. Gulen sendiri telah menyangkal tuduhan itu dan balik menuding Erdogan mendalangi upaya kudeta untuk memperluas kekuasaannya. (ita/ita)











































