"Dalam demokrasi, keputusan dibuat berdasarkan apa yang disampaikan rakyat. Saya pikir pemerintah kami akan berbicara dengan oposisi dan membuat keputusan," tutur Erdogan di depan kerumunan warga di Istanbul yang menyerukan hukuman mati.
"Kita tak bisa menunda ini lagi karena di negara ini, mereka yang melancarkan kudeta harus membayar untuk itu," imbuhnya seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (18/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerapan kembali hukuman mati, tentunya akan menimbulkan masalah lebih lanjut antara Uni Eropa dan Turki. Apalagi saat ini, pembicaraan dengan Uni Eropa mengenai keanggotaan Turki tengah mengalami kemandekan.
Erdogan menuding bekas sekutunya yang kini tinggal di Amerika Serikat, ulama terkenal Fethullah Gulen, sebagai dalang di balik kudeta tersebut. Gulen dituding menyusun 'struktur paralel' dalam tubuh pengadilan, kepolisian, militer dan media demi melancarkan kudeta tersebut pada Jumat (15/7) malam.
Dalam pernyataannya, Erdogan menyebut 'kelompok teror' yang dipimpin Gulen telah merusak tubuh militer Turki. Sebagian besar personel militer Turki dari berbagai pangkat yang terindikasi mendukung kudeta itu telah ditangkap. Gulen sendiri telah menyangkal tuduhan itu dan balik menuding Erdogan mendalangi upaya kudeta untuk memperluas kekuasaannya.
(ita/ita)











































