Filipina menghapuskan hukuman mati pada tahun 2006 menyusul penolakan keras dari pihak Gereja Katolik yang sangat dominan di negeri itu. Sekitar 80 persen penduduk Filipina beragama Katolik.
"Sebagai orang beriman, kami tidak mengikut ke hukuman mati karena kita tidak berhak menghakimi siapa yang akan hidup dan siapa yang akan mati," kata Lito Jopson, kepala kantor komunikasi keuskupan Filipina seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (17/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bukan didasarkan pada popularitas... namun lebih ke prinsip-prinsip moral seutuhnya dari keyakinan Katolik dan keyakinan itu menuntut kita menghormati martabat semua orang," tutur Jopson.
Sebelumnya, Duterte mengatakan, dirinya akan meminta Kongres untuk memberlakukan kembali hukuman mati untuk kasus-kasus seperti peredaran narkoba, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan dan penculikan untuk mendapat tebusan, dan lainnya.
Rencana Duterte itu juga ditentang oleh Komisi Hak-hak Asasi Manusia, badan pemerintah independen yang tak bisa dihapuskan oleh Duterte, dan yang anggota-anggotanya saat ini tak bisa diganti Duterte.
"Kami akan melakukan semampu kami untuk melobi melawan penerapan kembali hukuman mati," tegas Banuar Falcon, kepala divisi internasional Komisi HAM tersebut.
(ita/ita)











































