Seperti dilansir Reuters, Sabtu (26/3/2016), hal ini dilakukan Paus Fransiskus dalam ritual Kamis Putih, menjelang peringatan Jumat Agung atau wafatnya Isa Almasih. Ritual yang digelar di pusat penampungan pencari suaka di Vatikan ini merupakan bagian dari upacara mengenang sikap rendah hati Yesus kepada 12 muridnya sebelum Yesus wafat di kayu salib.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita semua bersama, Muslim, Hindu, Katolik, (Kristen) Koptik, Evangelis (Kristen Protestan), sebagai saudara, anak-anak dari Tuhan yang sama, yang ingin hidup dalam damai, bersatu," ucap Paus Fransiskus dalam pernyatannya yang spontan.
"Tiga hari lalu, ada sikap perang, kehancuran, di salah satu kota di Eropa oleh orang-orang yang tidak ingin hidup dalam damai. Di balik sikap itu, ada pabrik senjata, para penjual senjata, orang-orang yang ingin darah bukan perdamaian, orang-orang yang ingin perang bukan persaudaraan," imbuhnya, merujuk pada teror bom Brussels yang terjadi pada 22 Maret.
![]() |
Menyinggung pelaku teror bom Brussels, Paus menyatakan: "Makhluk yang kasiah itu memberi senjata untuk menghancurkan persaudaraan."
Sebelum Fransiskus menjadi Paus, ritual ini biasanya digelar di alun-alun St Peter atau bagian lainnya Gereja Vatikan dan juga hanya menyertakan pria-pria Katolik. Setelah terpilih tahun 2013, Paus Fransiskus memperbolehkan wanita dan warga non-Katolik untuk ikut ritual ini. Hal ini jelas memicu kritikan dari kalangan konservatif Katolik, karena dianggap merusak tradisi.
![]() |
Dalam ritual tahun ini, ada empat wanita yang terdiri atas 3 imigran asal Eritrea yang beragama Kristen Koptik dan satu perempuan Italia beragama Katolik yang bekerja di pusat yang menampung 900 pencari suaka itu.
"Masing-masing dari Anda, berdoalah dalam bahasa agamamu masing-masing, agar persaudaraan ini menyebar ke seluruh dunia," ucap Paus Fransiskus.
(nvc/tor)