Seperti dilansir Reuters, Kamis (18/2/2016), otoritas Irak telah melaporkan pencurian material radioaktif ini kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada November 2015 lalu, namun tidak meminta bantuan untuk mencarinya. Material radioaktif ini disimpan di kotak pelindung berukuran sebesar laptop, yang ditempatkan di fasilitas penyimpanan di kota Basra. Fasilitas penyimpanan itu milik perusahaan jasa kilang minyak Amerika Serikat, Weatherford.
Informasi itu didasarkan pada dokumen Kementerian Lingkungan Iran yang dilihat Reuters dan dikonfirmasikan oleh pejabat provinsi, lingkungan dan keamanan setempat. Secara terpisah, juru bicara Kementerian Lingkungan Irak enggan berkomentar banyak, dengan menyebut alasan keamanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami khawatir elemen radioaktif ini akan jatuh ke tangan Daesh (nama lain ISIS). Mereka bisa saja memasangnya pada peledak untuk membuat dirty bomb," ucap seorang pejabat keamanan senior Irak yang enggan disebut namanya.
Dirty bomb mengkombinasikan material nuklir dengan peledak konvensional untuk mengkontaminasi sebuah wilayah dengan radiasi. Departemen Luar Negeri AS menyatakan tahu soal laporan pencurian material radioaktif itu, namun menyatakan belum ada tanda-tanda jika ISIS maupun militan lain mendapatkan material berbahaya itu.
Sementara itu, seorang pejabat senior Kementerian Lingkungan di Basra mengatakan, material radioaktif itu mengandung sekitar 10 gram Ir-192 dalam bentuk kapsul. Ir-192 merupakan isotop radioaktif iridium yang juga digunakan untuk mengobati kanker.
IAEA menggolongkan material itu sebagai sumber radioaktif kategori 2, yang artinya jika tidak ditangani dengan tepat akan memicu luka-luka permanen pada manusia yang berada di dekatnya dalam waktu beberapa menit atau beberapa jam. Material ini akan menjadi fatal untuk manusia yang terpapar dalam waktu lebih lama, hingga berhari-hari.
(nvc/ita)











































