Ratusan orang tewas dalam serangkaian kekerasan di wilayah Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah China menyalahkan militan setempat yang dituding ingin mendirikan negara sendiri disebut East Turkestan untuk minoritas Uighur, warga muslim di Xinjiang yang berbicara bahasa Turki.
Dilaporkan kantor berita Xinhua dan dilansir Reuters, Rabu (3/2/2016), sekitar tujuh narapidana terorisme yang sudah divonis mendapat keringanan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi vonis penjara dari 19,5 tahun hingga 20 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara minoritas Uighur mengecam laporan keringanan hukuman ini sebagai propaganda politik pemerintah China.
Secara terpisah, Gubernur Xinjiang, Shohrat Zakir menyatakan penjara di wilayahnya telah berhasil menjalankan program deradikalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar narapidana yang mengikuti program deradikalisasi, menurut Zakir, telah berhasil menjadi warga negara yang taat hukum.
Zakir menambahkan, program semacam ini perlu terus dilakukan dengan difokuskan pada mereka yang divonis bersalah membahayakan keamanan negara. Disebutkan Xinhua bahwa program deradikalisasi ini dilakukan dengan mengundang pemimpin keagamaan dan juga akademisi untuk berbicara secara langsung kepada para narapidana dan tahanan.
Salah satu narapidana yang hukumannya dikurangi, diidentifikasi sebagai Yushanjiang Jilili, warga keturunan Uighur-Kanada yang dipenjara tahun 2007 atas terorisme. Otoritas China menanggap Yushanjiang sebagai warga negaranya.
"Kejahatan saya menyebabkan dampak serius kepada negara saya, Xinjiang, keluarga dan anak-anak saya yang tidak akan pernah bisa ditebus," ucapnya seperti dikutip Xinhua.
(nvc/fjp)











































