Seperti dilansir media Kanada, The Globe and Mail, Senin (18/1/2016), Tahar yang berusia 70 tahun ini, merupakan salah satu dari 8 korban tewas dalam teror bom Thamrin, Jakarta pada Kamis (14/1) pagi. Tahar merupakan keturunan Aljazair namun memegang status kewarganegaraan ganda Aljazair-Kanada.
Saudara laki-laki Tahar, Mourad Amer-Ouali yang tengah berkunjung dari Aljazair ikut menjadi korban luka dalam insiden yang diklaim oleh militan radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) tersebut. Mourad saat ini masih menjalani perawatan di rumah sakit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilaporkan The Globe and Mail, Tahar memiliki bisnis alat bantu dengar yang sukses di Quebec. Ayah dari lima anak dan kakek dari beberapa cucu ini, meninggalkan Aljazair untuk pergi ke Kanada pada tahun 1980-an. Tahar membuka beberapa klinik khusus penyakit telinga di wilayah Montreal. Bahkan dia tercatat salah satu tokoh pendiri kelompok ahli pembuat alat bantu dengar di Provinsi Quebec.
"Kami berasal dari Aljazair, kami datang ke sini (Kanada-red) agar bisa memiliki masa depan lebih baik, agar kami bisa belajar. Setelah beberapa tahun ini, sekarang kami menyebut Kanada sebagai rumah. Terima kasih kepada ayah dan pengorbanannya untuk bisa ada di sini," tutur putra sulung Tahar, Farid Amer-Quali, kepada CTV News.
Bisnis yang dirintis Tahar di Kanada sukses. Namun kegemarannya mendaki gunung dan travelling membuat Tahar lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri beberapa tahun terakhir. Menurut keluarganya di Kanada, Tahar lebih banyak menghabiskan waktu di Indonesia sejak tahun 2011. Dia menyerahkan bisnis alat bantu dengar di Montreal kepada putra dan putrinya.
(Baca juga: Ada Laporan Tambahan, Jumlah Korban Teror Thamrin Jadi 34 Orang)
Di Indonesia, sebut The Globe and Mail, Tahar memiliki seorang anak perempuan bernama Bushido Bintari dari mantan kekasihnya. Disebutkan Bintari, mengunjungi gerai kopi Starbucks merupakan bagian dari rutinitas ayahnya di Jakarta. Bintari bersyukur atas semua pelajaran yang diajarkan sang ayah kepadanya. "Itu sangat berharga. Kata-katanya akan selalu hidup," ucap Bintari.
"Dia sangat mencintai Indonesia hingga dia ingin menghabiskan sisa hidupnya di sini," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Farid yang berprofesi sebagai dokter di Montreal. Menurut Farid, sang ayah sering bolak-balik Indonesia-Kanada, namun lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri karena dia mencintai Indonesia dan Jakarta.
Farid menambahkan, sang ayah ingin membantu orang-orang miskin di luar negeri yang membutuhkan alat bantu dengar. "Dia pria yang sangat peduli, menjalani hidup dengan sepenuhnya. Kami akan sangat kehilangan dia," tutur Farid.
(nvc/ita)











































