Melihat betapa mengerikannya kehidupan di markas besar ISIS tersebut, wanita Prancis bernama Sophie Kasiki itu pun menyesal dan ingin kembali ke tanah airnya. Dia pun memohon kepada militan ISIS agar mengizinkannya pulang, namun dia diancam akan dihukum rajam ataupun dibunuh. Beruntung, wanita berumur 34 tahun itu akhirnya berhasil kabur dari 'neraka' tersebut.
Dalam wawancara dengan media Observer seperti dilansir Daily Mail, Senin (11/1/2016), wanita asal Paris itu menceritakan bagaimana dirinya menjadi mualaf tanpa memberitahu suaminya yang atheis. Kasiki yang lahir di Kongo, bekerja sebagai pekerja sosial yang membantu penempatan keluarga imigran. Wanita itu kemudian berteman dengan tiga jihadis ISIS di Paris. Ketiga jihadis tersebut berhasil membujuk Kasiki untuk pergi ke Suriah guna bergabung dengan ISIS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasiki mengatakan, ketiga pria tersebut memanfaatkan kenaifan dan kelemahannya sehingga dia pun percaya akan "surga" yang dijanjikan mereka di Raqqa. Karena janji itulah, Kasiki pun mau diajak pergi ke Raqqa dengan membawa serta putranya yang berusia 4 tahun.
Kepada Observer, Kasiki menceritakan joroknya kondisi di unit persalinan tempat dirinya diharuskan bekerja oleh militan ISIS. Suaminya pun terus mengirimkan pesan teks (SMS) yang memohon agar dirinya pulang. Awalnya, ketika Kasiki meminta izin agar dibolehkan pulang, militan ISIS menolaknya dengan berbagai dalih. Namun kemudian militan ISIS pun mengancam akan membunuhnya jika dia mencoba pergi. Kasiki pun pernah ditampar wajahnya oleh militan ISIS.
Dikisahkan Kasiki, militan ISIS kemudian membawa dirinya dan putranya ke sebuah "wisma tamu", yang pada dasarnya adalah sebuah penjara ISIS. Di sana dia melihat puluhan wanita asing ditahan. Kasiki juga ketakutan melihat anak-anak menyaksikan rekaman eksekusi-eksekusi ISIS.
Menurut Kasiki, satu-satunya cara kabur dari gedung tersebut adalah menikah dengan seorang militan ISIS. "Pada kenyataannya, wanita-wanita Barat hanyalah rahim-rahim untuk melahirkan bayi-bayi bagi Daesh (nama lain ISIS)," ujar Kasiki.
Mujur, keesokan harinya Kasiki menemukan adanya pintu yang tak terkunci dan berhasil kabur. Dia pun ditolong oleh sebuah keluarga Suriah yang menyembunyikan dirinya dan anaknya di rumah mereka. Pada April 2015 lalu, dia dan putranya dibawa ke perbatasan Turki dan akhirnya dia berhasil mencapai Paris. Dia pun diinterogasi oleh polisi Prancis dan ditahan selama dua bulan.
"Saya merasa sangat bersalah. Saya bertanya pada diri saya bagaimana saya bisa hidup dengan apa yang telah saya lakukan, membawa putra saya ke Suriah," ujar Kasiki kepada surat kabar Observer.
Kasiki pun mengaku dirinya telah "dicuci otaknya" sehingga mau pergi ke Suriah. "Saya membenci mereka yang memanipulasi saya, memanfaatkan kenaifan saya, kelemahan saya, kegelisahan saya. Saya benci diri saya," imbuhnya.
Kisah mengenai Kasiki yang diberi judul Dans la Nuit de Daech (In the Night of Daesh), telah diterbitkan pekan lalu. (ita/ita)











































