Pada Senin dua pekan lalu, Donald Trump mestinya bersuka ria. Pada hari itu, Trump berpikir dia bakal menerima pernyataan dukungan dari 100 pendeta evangelis keturunan Afrika di tengah sorotan lampu-lampu kamera televisi. Tapi Trump dan anak buahnya mesti menanggung kecewa.
Tak sedikit pemimpin gereja evangelis yang menolak datang ke Menara Trump, New York. Acara itu akhirnya dibatalkan. "Ada salah komunikasi. Tim kampanye Trump berpikir acara itu merupakan pernyataan dukungan, padahal kenyataannya bukan sama sekali," kata Darrell Scott, pendeta dari Ohio, kepada CBS.
Hezekiah Walker, pemimpin gereja di Brooklyn, mengatakan dia bersedia datang ke acara Trump bukan lantaran ingin menyampaikan dukungan. Menurut Pendeta Hezekiah, dia datang untuk memberikan "pencerahan" kepada Trump soal keadilan dan rasialisme yang masih terus hidup di komunitas Amerika.
Gosip soal dukungan pendeta-pendeta evangelis kepada kandidat Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik itu rupanya membuat pemimpin gereja lain cemas. Sekitar 130 pemimpin agama dari komunitas keturunan Afrika menulis surat terbuka di majalah Ebony kepada 100 pendeta Evangelis yang diundang Trump.
"Dengan berada di samping kandidat Presiden yang lewat retorikanya menganggap orang kulit hitam sebagai penyakit, pesan apa yang hendak kalian sampaikan kepada jemaah? Hidup orang kulit hitam mana yang kalian klaim hendak kalian bebaskan?....Kepercayaan seperti apa yang dimiliki Donald Trump saat sikap politiknya jelas-jelas anti-keturunan Afrika, " mereka menulis di surat terbuka itu.
Suara komunitas gereja evangelis memang sangat menentukan dalam pemilihan Presiden Amerika. Negeri Paman Sam adalah rumah gereja evangelis terbesar di dunia. Pew Research Center menghitung, ada sekitar 62 juta umat gereja evangelis di Amerika. Tim kampanye Trump tentu paham betapa besar arti dukungan komunitas evangelis. "Aku seorang evangelis...Aku seorang Kristiani dan aku seorang Presbyterian," kata Trump di depan pendukungnya di Ohio, Jumat pekan lalu, seperti dikutip USNews.
Unjuk rasa anti-Trump di New York/Reuters |
Tapi Trump punya masalah besar. Komunitas gereja evangelis, terutama gereja di komunitas keturunan Afrika, rupanya juga mulai jengah dengan komentar-komentar "panas" dan rasialis Trump. Beberapa waktu lalu misalnya, Trump ngetwit angka statistik bahwa "81 persen kasus pembunuhan terhadap warga kulit putih dilakukan oleh warga kulit hitam". Entah dari mana Trump dapat data tersebut. Angka itu jauh dari akurat.
Survei Universitas Monmouth terhadap komunitas evangelis di negara bagian Iowa, beberapa hari lalu menunjukkan, umat gereja evangelis lebih suka terhadap kandidat Republiken lain, Ted Cruz, ketimbang Trump. Beberapa pemimpin gereja evangelis juga terang-terangan menolak proposal Trump untuk menutup pintu Amerika bagi imigran muslim. Tapi Trump tetap salah satu kandidat Republiken paling populer di antara umat gereja evangelis.
Menurut Russell Moore, Presiden Komisi Kebebasan Beragama dan Etika di Southern Baptist Convention, kebebasan beragama bagi semua keyakinan merupakan dasar keyakinan gereja evangelis. "Sebagian besar evangelis paham beda antara muslim yang damai dengan mereka yang berperang melawan kami. Kami punya teman dan tetangga muslim dan kami paham bagaimana mencintai mereka," kata Pendeta Moore.
James Dobson, pendiri Focus on Family dan salah satu pemimpin komunitas evangelis berpengaruh, terang-terangan menolak menyokong Trump. "Kebiasaan Trump menyerang orang-orang yang tidak setuju dengannya hanya akan mempermalukan negara ini jika dia terpilih menjadi Presiden," kata Dobson. Sebagai pemimpin komunitas gereja, dia juga agak "alergi" dengan Trump yang punya bisnis judi.
CNN |
Semula, menurut Russell, para pemimpin evangelis tak menganggap serius Trump. Tapi kini Trump jadi bintang Republiken. "Aku tahu sejumlah pemimpin evangelis hanya tertawa menyaksikan lelucon Trump pada musim panas lalu... Tapi tiba-tiba ini jadi isu sangat serius bagi semua orang. Mereka tak percaya hal ini bisa terjadi di negeri ini," kata Russell Moore kepada Washington Post.
Phil Buress, pemimpin kelompok konservatif di Ohio, berharap kandidat Republiken lain, Ted Cruz dan Marco Rubio, bisa menemukan jalan untuk menjegal Trump. "Dia sangat menakutkan. Pernyataan-pernyataannya akan membawa kita seperti ke dalam Perang Dunia III," kata Buress.












































Unjuk rasa anti-Trump di New York/Reuters
CNN