Barangaroo Point, Terminal Peti Kemas yang Jadi Taman Kota di Sydney

Jelajah Australia

Barangaroo Point, Terminal Peti Kemas yang Jadi Taman Kota di Sydney

Nograhany Widhi K - detikNews
Kamis, 10 Des 2015 12:05 WIB
Foto: Nograhany WK
Sydney - Ada banyak cara menghadirkan ruang terbuka hijau di kota. Seperti di Sydney, New South Wales, Australia, ada bekas terminal peti kemas yang  diubah menjadi taman kota.

Barangaroo Point, adalah ruang terbuka hijau yang sebelumnya adalah terminal peti kemas dan baru dibuka pertengahan tahun 2015 ini. Taman seluas 6 hektar ini didesain dari 6.500 balok sandstone (batupasir) dan ditanami 75 ribu tanaman asli Australia.

(Foto: Nograhany WK)


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Balok-balok batupasir itu sengaja dibuat, kemudian disusun berjenjang di sekeliling taman yang berhadapan dengan selat di Sydney, menjadi pemberi bentuk garis taman sepanjang 14 km hingga menjadi bangku-bangku taman.

(Foto: Nograhany WK)


"Dan taman ini penting bagi orang Aborigin karena pelabuhan ini dulunya adalah tempat tanaman yang banyak digunakan orang Aborigin, banyak sumber makanan, hasil laut dan binatang di sini," ujar staf Barangaroo, Clarence Sloaki, yang keturunan Aborigin.

Dulu yang dimaksud Clarence kembali pada awal abad ke-19, sekitar tahun 1830-an, di mana warga Aborigin dulunya tinggal, memanfaatkan tanaman asli sebagai penunjang hidup seperti makanan, membuat perkakas hingga alat musik.  



"Tujuan taman ini adalah membuat kembali seperti kondisi dulu kala. Sebelum taman ini dibuka untuk umum, dulunya adalah area pelabuhan, lokasi industri dan pelayanan maritim, pelabuhan di New South Wales. Namun kini menjadi ruang terbuka, membawa seni dan budaya, memperkenalkan budaya Aborigin sebagai bagian dari warga New South Wales," imbuh Clarence.

Clarence lantas menunjukkan beberapa contoh perkakas Aborigin yang terbuat dari tetumbuhan. Dia juga menunjukkan bagaimana orang Aborigin membuat tambang dari kulit kayu, membuat alat serbaguna dari kayu cerukan pohon untuk mengambil air, menjadi perisai hingga tempat menimang bayi. Juga membuat mata kapak dari batu.

Alat serbaguna dari kayu cerukan pohon (Foto: Nograhany WK)


Clarence bahkan membawa alat musik tiup Aborigin yang dibuat dari satu batang pohon berdiameter 10 cm sepanjang 1,5 meter, yang sudah dipelitur. Alat musik itu bernama didgeridoo (baca: didjeridu) atau orang Aborigin menyebutnya "yidaki". Dia lantas mempraktekkan meniup alat itu, sambil duduk dan meletakkan didgeridoo yang panjang itu di tanah.

(Foto: Nograhany WK)


Perlu nafas yang kuat meniupnya, pipi Clarence sampai menggembung-gembung seperti bakpao mini atau bola pingpong. Suara yang keluar unik dan bernada rendah, seperti paduan suara dengungan lebah. Konon semakin panjang alat musik ini, akan semakin rendah nadanya.

"Orang Australia menyebutnya 'didgeridoo' karena suara yang keluar itu seperti 'didgeridoo-didgeridoo-didgeridoo'," celoteh Clarence yang diwawancara detikcom dan RCTI di Barangaroo Point, atas undangan Australia Plus ABC International pada September 2015 lalu.

Pagelaran seni dan budaya, utamanya Aborigin juga salah satu program yang akan digelar di taman kota ini. Titik yang dulunya termasuk salah satu lokasi pertama kolonisasi orang-orang Inggris pada awal abad ke-19. Nama taman Barangaroo ini juga diambil dari nama tokoh Aborigin di masa lalu.

"Barangaroo adalah perempuan berpengaruh Aborigin, dulu, sebelum era kolonisasi, dia memimpin 15 ribu orang Aborigin. Nama "Barangaroo" ini dipilih dari kompetisi khusus untuk penamaan wilayah ini," tutur Marie yang juga keturunan Aborigin.

Baca terus fokus Jelajah Australia, dan ikuti Hidden Quiz-nya!
Halaman 2 dari 1
(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads