Inikah Ibu Kota Jihad Eropa?

Teror Berdarah di Paris

Inikah Ibu Kota Jihad Eropa?

Sapto Pradityo - detikNews
Senin, 23 Nov 2015 14:33 WIB
Inikah Ibu Kota Jihad Eropa?
Foto: REUTERS/Yves Herman
Molenbeek -

Ada apa dengan Sint Jans Molenbeek? Kota padat di wilayah ibu kota Belgia, Brussels, itu kini jadi sorotan media seluruh dunia. Harian dari Inggris, The Sun, menyebutnya "Ibu Kota Jihad Eropa". New York Times menulisnya sebagai "pusat jihad". Dengan nada agak sinis, sebuah situs berhaluan kanan di Belgia menyebutnya "Mullahbeek".

Hanya beberapa hari setelah Kouachi bersaudara, Cherif dan Said, menyerbu kantor koran mingguan Charlie Hebdo dan menembak mati 12 orang pada 7 Januari awal tahun lalu, nama Molenbeek kembali disinggung pelbagai media.

Polisi bersama pasukan khusus Belgia menggerebek satu apartemen di Verviers, kota di perbatasan Belgia dengan Prancis. Dua tersangka teroris, Sofiane Amghar, 26 tahun, dan Khalid Ben Larbi, 23 tahun, tewas ditembak polisi. Anggota jaringan teroris di Verviers ini, menurut Wali Kota Molenbeek, FranΓ§oise Schepmans, hampir semuanya berasal dari Molenbeek.

Sejak kasus Verviers inilah nama Abdelhamid Abaaoud mulai masuk radar intel dan polisi Belgia. Ketika Abdelhamid Abaaoud terbang ke Suriah dua tahun lalu, tak banyak yang menaruh perhatian. Pemuda keturunan imigran Maroko itu hanyalah satu di antara sekitar 450 pemuda Belgia yang ikut berperang di Irak dan Suriah.

Tapi, saat seorang adiknya yang baru berumur 13 tahun ikut menghilang, keluarganya kelabakan. Mereka tak menyangka Abdelhamid mengajak adiknya yang baru beranjak remaja itu terjun dalam medan perang yang brutal. "Kami sangat terkejut," ujar Yasmina Abaaoud, kakak perempuannya, kepada Independent.

Abaaoud bersaudara tumbuh besar di Molenbeek. Tapi, tak seperti rata-rata tetangganya, keluarga Abaaoud lumayan berada dan mampu menyekolahkan anak mereka di sekolah yang bagus. Abdelhamid sempat bersekolah di Collège Saint-Pierre, sekolah Katolik yang dikenal bagus di Brussels. Entah dari mana Abdelhamid dan adiknya mendapat pengaruh. "Mereka hampir tak pernah ke masjid," kata Yasmina, terheran-heran. Makanya mereka hampir tak percaya saat menyimak pernyataan polisi Belgia.


Reuters/Youssef Boudlal


Polisi menduga, Abdelhamid merupakan otak rencana serangan teroris di Belgia, awal tahun lalu. Peran Abdelhamid dalam jaringan ini terlacak dari percakapannya dengan Sofiane dan Khalid lewat ponsel. Beberapa bulan sebelumnya, Abdelhamid Abaaoud alias Abu Omar al-Belgiki sempat mengunggah video ke internet. Dia mengajak pemuda-pemuda muslim Belgia bergabung bersama dia di Suriah.

"Apakah kalian puas dengan hidup kalian, hidup dengan hinaan?" kata Abdelhamid dalam videonya seperti dikutip BBC. Dengan berangkat "berjihad" di Suriah, menurut Abdelhamid, mereka bisa merebut kembali kehormatan mereka. "Adakah yang lebih baik selain pergi berjihad dan menjadi martir?" Petualangan Abdelhamid tamat di St. Denis, Prancis, pekan lalu. Abdelhamid yang diduga menjadi otak serangan teroris di Paris pada 13 November lalu tewas ditembak polisi.


Molenbeek sebenarnya sudah lama terseret kasus terorisme. Dua orang yang diduga punya kaitan dengan pengeboman kereta komuter di Madrid, Spanyol, pada 2004 serta menewaskan 191 orang, Youssef Belhadj dan Hassan el-Haski, pernah tinggal di Molenbeek. Sepuluh tahun kemudian, nama Molenbeek kembali dikaitkan dengan teroris setelah seorang laki-laki memberondong peluru pengunjung Museum Yahudi di Brussels pada Mei 2004. Mehdi Nemmouche, sang tersangka, juga pernah beberapa tahun tinggal di Molenbeek.

Sekarang, paling tidak tiga tersangka pelaku serangan di Paris, punya kaitan dengan Molenbeek. Dua di antaranya sudah tewas. Abdelhamid tewas ditembak polisi Prancis. Ibrahim Abdeslam meledakkan diri di restoran Comptoir Voltaire. Satu lagi, adik Ibrahim, Salah Abdeslam, masih jadi buron.

Keluarga Abdeslam, serupa dengan keluarga Abaaoud, juga tak habis pikir bagaimana Ibrahim dan Salah bisa "Ikut-ikutan" jaringan teroris. Dia, kata Mohammed Abdeslam, saudara laki-lakinya, bertemu dengan Ibrahim dan Salah hanya dua hari sebelum serangan teroris di Paris. "Tak ada tanda apa pun, tak ada ucapan selamat tinggal," kata Mohammed kepada BBC.

Memang tak ada tanda-tanda Ibrahim dan Salah seorang teroris. Tak cuma jarang menginjakkan kaki di masjid, keduanya lama mengelola bar Les Beguines, yang tentu saja menjual minuman beralkohol. Baru enam minggu lalu Ibrahim menjual Les Beguines. Dan empat pekan kemudian, Pemerintah Kota Molenbeek memerintahkan bar itu ditutup lantaran menjadi sarang transaksi narkoba.

"Tak ada tanda radikalisme pada mereka berdua. Kami masih nongkrong bersama mereka dua minggu lalu," kata Nabil, sobat dekat Ibrahim dan Salah. Hickam, teman lain Abdeslam bersaudara, mengatakan dua kawannya itu hampir setiap hari tampak di kafe. "Mereka merokok. Mereka tak pernah ke masjid. Kami bermain kartu dan banyak ngobrol soal sepak bola," kata Hickam, kepada Newsweek.

Sekilas, tak ada beda antara Molenbeek dengan kota-kota lain di Belgia. Dihuni sekitar 95 ribu orang, lebih dari separuh warga Molenbeek beragama Islam. Sebagian besar dari mereka sudah puluhan tahun tinggal di Molenbeek. Tapi ada satu persoalan besar di kota ini: tingkat pengangguran di kota yang padat penduduk ini lebih dari 30 persen.

"Banyak di antara kami yang belajar dan bekerja keras menjadi arsitek, insinyur, atau pengusaha, tapi tak ada yang membicarakannya," kata Noureddine Imnadine, arsitek dari Molenbeek, kepada GlobalPost. "Kami bukan teroris," empat gadis dari Molenbeek berteriak kepada para wartawan.

Reuters/Yves Herman

Tapi ulah Abdelhamid Abaaoud dan Abdeslam bersaudara membuat teriakan mereka nyaris tak terdengar. "Setiap ada serangan teroris, hampir selalu ada kaitan dengan Molenbeek," kata Charles Michel, Perdana Menteri Belgia. Jan Jambon, Menteri Dalam Negeri Belgia, berjanji akan menyapu bersih bibit-bibit teror di Molenbeek. Dia menuding, buruknya birokrasi dan tumpang-tindih kewenangan membuat kontrol atas Molenbeek sangat lemah. "Kami membiarkan Molenbeek lepas kontrol," kata Jambon.

John Leman, aktivis sosial di Molenbeek, menuding buruknya kondisi sosial di kota itu jadi lahan subur bagi terorisme. "Jika kamu tak punya masa depan dan mati secara sosial, kamu mungkin akan memilih jalan kematian dengan cara heroik," kata Leman. Pada 2008, lewat bukunya, Brussels: Eurabia, wartawan Arthur van Amerongen mengingatkan soal lahirnya teroris dari Molenbeek. "Dulu aku dianggap setan di Belgia, sekarang aku diperlakukan seperti nabi," kata Arthur.

Halaman 2 dari 2
(sap/hbb)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads