Pingin Bikin Film, Sutradara pun Diculik

Operasi Penculikan Korea Utara

Pingin Bikin Film, Sutradara pun Diculik

Sapto Pradityo - detikNews
Jumat, 13 Nov 2015 19:06 WIB
Pingin Bikin Film, Sutradara pun Diculik
Foto: LA Times
Jakarta -

Pada akhir 1970-an, Kim Jong-il adalah putra mahkota alias calon pemimpin tertinggi di negara komunis Korea Utara. Di Pyongyang, setiap kalimat Jong-il adalah titah yang tak boleh dibantah. Setiap perkataannya selalu dipatuhi dan diikuti dengan takzim.

Kepingin pizza, dia memerintahkan anak buahnya menelepon Pizza Institute di Italia untuk mengirimkan juru masak terbaiknya ke Pyongyang. Beberapa hari kemudian, Ermanno Furlanis, sang juru masak, telah mendarat di Pyongyang. Dia diminta mengajarkan cara membuat pizza paling sedap kepada tiga juru masak Kim Jong-il. "Saat aku memasak, mereka mencatat semua detail," Ermanno, kepada BBC, menuturkan pengalamannya.

Ketika Kim Jong-il sedang ngiler membayangkan sushi, anak buahnya dikirim ke Jepang untuk mencari jago bikin sushi. Kenji Fujimotoβ€”bukan nama sebenarnyaβ€”datang ke Pyongyang pada 1982 untuk mengajarkan cara membuat sushi kepada juru masak Kim Jong-il. Enam tahun kemudian, dia dipanggil kembali untuk menjadi juru masak pribadi Pemimpin Tertinggi.

Ada satu orang yang bisa membuat Jong-il selalu manut. Dia bukan Kim Il-sung, ayah Jong-il, yang sangat berkuasa, melainkan Shin Sang-ok, sutradara film dari Korea Selatan. Apa pun yang dikehendaki Sang-ok, Jong-il selalu menganggukkan kepala. Bahkan suatu kali, saat tengah menggarap film Tale of an Escape, Sang-ok berniat meledakkan satu rangkaian kereta untuk menciptakan efek dramatis.

North Korean Cinema


Tanpa beban, Sang-ok mengirim surat permintaan kepada Jong-il. "Aku merasa tak bakal kehilangan apa pun, maka aku sampaikan bahwa aku ingin meledakkan satu rangkaian kereta.... Permintaan itu langsung disetujui," Sang-ok, seperti dikutip
Salon, mengenang dengan takjub. "Hanya di Korea Utara hal seperti itu bisa terjadi. Baru pertama kali ini aku membuat film yang spektakuler seperti itu."

Lahir di Chongjin (kini bagian dari Korea Utara), Korea, pada 1926, Sang-ok belajar membuat film di Sekolah Seni Tokyo, Jepang. Pada akhir 1950-an hingga 1960-an, Sang-ok merupakan sutradara paling kondang di Korea Selatan. Perusahaan film miliknya, Shin Films, menjadi "pabrik" film terbesar di Korea Selatan, kala itu, sebelum angin politik pada akhir 1970-an merobohkan bisnis filmnya.


Bagaimana sutradara kondang di Negeri Ginseng bisa menjadi pembuat film di seberang utara perbatasan, di negara yang jadi musuh Korea Selatan? Sejak masih belia, Jong-il memang sudah tergila-gila pada film. Tak puas dengan mutu film dalam negeri, dia memerintahkan staf-staf kedutaan Korea Utara di seluruh dunia untuk mengumpulkan film. Walaupun menjadi orang kedua di negara komunis, Jong-il sangat suka serial James Bond dan Rambo. Bintang film Hollywood favoritnya adalah Sean Connery dan Elizabeth Taylor.

Sang-ok pernah mengunjungi gedung tiga lantai tempat Jong-il menyimpan dan menikmati lebih dari 15 ribu koleksi filmnya. Berada di puncak bukit di Pyongyang, gedung itu dijaga sangat ketat, tak ada bedanya dengan fasilitas militer. Suhu udara di dalamnya selalu dijaga pada titik paling ideal. Ada sekitar 250 orang bekerja di tempat itu. Ada tukang proyektor, ada penerjemah, ada tukang sulih suara, tukang rawat film, dan sebagainya.

Punya koleksi film sangat lengkap tak membuat Jong-il puas. Dia ingin mutu film Made in North Korea tak kalah dari film buatan sutradara-sutradara Korea Selatan. "Kami sudah mengirimkan orang ke Jerman Timur untuk belajar menyunting film, belajar ke Cekoslovakia untuk belajar teknologi kamera dan ke Uni Soviet belajar penyutradaraan," kata Jong-il saat pertama kali bertemu dengan Sang-ok dan Eun-hee. "Tapi usaha kami tak membuahkan kemajuan sama sekali."

Ratusan film telah dibuat, tapi bisa dihitung jari mana film dari Pyongyang yang tak membuat mata sepet. "Saat Anda bertanya kepadaku beberapa waktu lalu mengapa Pyongyang tak menyelenggarakan festival film internasional, aku malu untuk mengakui. Tapi kini harus kuakui bahwa kami tak punya film yang layak dipertontonkan. Kami tak punya film yang akan membuat dunia tertawa dan menangis," kata Jong-il kepada Sang-ok.

Seperti biasa, Pyongyang pilih jalan pintas. Tak punya sutradara bagus, mengapa tak "meminjam" sutradara terbaik di Korea Selatan. Lewat satu operasi khusus, intel-intel Pyongyang memancing Eun-hee datang ke Hong Kong. Dengan berpura-pura menawarinya main film, intel-intel Korea Utara menyergap Eun-hee dan mengirimnya ke Pyongyang dengan kapal. Sang-ok, yang kehilangan istriβ€”mereka sempat bercerai, tapi menikah kembaliβ€”dengan gampang dipancing intel-intel kiriman Jong-il dan dikirim ke Pyongyang.

KCNA


Sebelum akhirnya bertemu dengan Jong-il pada 19 Oktober 1983, Sang-ok sempat dijebloskan ke penjara selama lima tahun lantaran beberapa kali mencoba kabur. Sedangkan Eun-hee disekap di vila-vila milik Jong-il. Seperti ayahnya, Jong-il meyakini bahwa film merupakan alat propaganda yang sangat mangkus untuk menguasai pikiran rakyatnya. Rupanya Jong-il sangat percaya pada Sang-ok.

Demi proyek film Sang-ok, Jong-il mendirikan perusahaan film Shin Film. "Aku tak pernah takut kekurangan duit saat membuat film," kata Sang-ok. Yang tak disangka, Sang-ok relatif bebas bereksplorasi dengan ide-idenya. Tak seperti rata-rata penyandang dana, Jong-il tak pernah turut campur dalam proses pengambilan gambar. "Bahkan dia tak pernah datang melihat lokasi syuting."

Apa pun yang diminta Sang-ok, Jong-il hampir pasti mengabulkannya. "Jika dia minta mesin angin, Jong-il akan mengirimkan helikopter. Jika Sang-ok butuh salju, Sang-ok dan seluruh awaknya akan diterbangkan ke gunung. Jong-il tak pernah berkata tidak," kata Paul Fischer, penulis buku A Kim Jong-il Production kepada New York Times.

Selama hampir delapan tahun menjadi "tamu" Kim Jong-il, Sang-ok membuat tujuh film, di antaranya Salt, The Tale of Shimchong, Hong Kil-dong, dan Love, Love, My Love. Di antara film karya Sang-ok selama di Pyongyang, yang paling kondang adalah Pulgasari. Film itu berkisah soal monster pemakan besi yang membela para petani melawan penguasa. Satu jalan cerita yang tak lazim di Korea Utara.

Sang-ok dan Eun-hee makin dimanja. Pada 1986, pasangan Sang-ok dan Eun-hee mendapat izin untuk melawat ke Wina, Austria, guna mempromosikan film mereka. Sang-ok dan Eun-hee merasa sudah tiba waktunya untuk kabur. Dengan taksi, mereka mengecoh pengawalnya dan lari ke kantor Kedutaan Amerika Serikat di Wina. Mereka minta suaka. "Kami berlari sekencang mungkin," kata Sang-ok. Marah atas kaburnya sang sutradara, Jong-il memerintahkan supaya nama Sang-ok dan Eun-hee disetip dari setiap film mereka.

Halaman 2 dari 2
(sap/hbb)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads