Mereka Diculik Intel Korea Utara

Operasi Penculikan Korea Utara

Mereka Diculik Intel Korea Utara

Sapto Pradityo - detikNews
Jumat, 13 Nov 2015 18:45 WIB
Foto: NewYork Post
Jakarta -

Sudah lebih dari 30 tahun lewat, Keiko Arimoto hilang, tapi Kayoko Arimoto, sang ibu, terus memelihara harapan, suatu kali nanti Keiko akan pulang. Hanya foto yang sudah buram, yang diambil pada 1970-an, yang jadi pengingat Kayoko pada putrinya itu.

Dalam tidurnya, berulang kali Kayoko mimpi, pesawat Keiko mendarat dan dia menyaksikan putrinya turun dari pintu pesawat. "Aku yakin Keiko masih hidup," kata Kayoko, 76 tahun, beberapa bulan lalu seperti dikutip Guardian. Keiko, kala itu baru 23 tahun dan tengah belajar bahasa Inggris di London, hilang tanpa kabar pada 1983.

Pada 2002, di muka pengadilan di Tokyo, Jepang, Megumi Yao mengaku mendapat perintah dari Takamaro Tamiya, mantan suaminya, untuk menjebak gadis-gadis Jepang yang bersekolah di Eropa dan menerbangkannya ke Korea Utara. Megumi dan Takamaro merupakan anggota kelompok kiri radikal Tentara Merah Jepang. Kedua orang ini terlibat dalam pembajakan pesawat Japan Airlines pada 1970.

Salah satu gadis yang dipancing Megumi adalah Keiko. Megumi mengaku menawarkan pekerjaan di satu perusahaan kepada Keiko. "Aku mendapat tawaran pekerjaan, jadi terpaksa menunda pulang ke Jepang," Keiko memberi kabar kepada kedua orang tuanya. Itulah kabar terakhir dari Keiko. Beberapa pekan kemudian, datang secarik kartu pos yang dikirim Keiko dari Kopenhagen, Denmark. Setelah itu, tak ada lagi surat dari Keiko.

Entah ada berapa banyak warga Jepang yang dijebak atau diculik paksa dan dilarikan ke Korea Utara. Pemerintah Jepang hanya mengakui 17 warganya yang diculik oleh penguasa Pyongyang. Tapi Komisi Investigasi Warga Jepang yang Hilang Terkait Korea Utara (COMJAN) mengklaim menerima hampir seribu laporan dari keluarga korban penculikan.

DailyBeast


Hingga 17 September 2002, penguasa Pyongyang, Kim Jong-il
, dan anak buahnya selalu bungkam soal kasus hilangnya warga Jepang. Baru pada hari itu, kepada Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi yang melawat ke Pyongyang, Kim Jong-il terang-terangan mengakui bahwa intel-intelnya-lah yang menculik mereka.

Tapi Jong-il mengaku hanya menculik 13 warga Jepang, lima di antaranya diperkenankan pulang ke Jepang. Delapan korban lainnya, menurut penjelasan Jong-il, telah meninggal. Tapi uji DNA terhadap abu kremasi jenazah para korban yang dikirim dari Pyongyang kepada keluarga membuktikan abu itu milik orang lain.


Tak jelas benar, untuk apa Korea Utara menculik warga Jepang (mereka juga menculik ratusan, bahkan mungkin ribuan, warga tetangganya, Korea Selatan). Sin Gwang-su, intel Pyongyang yang tertangkap di Korea Selatan, mengaku mendapat perintah langsung dari Pemimpin Tertinggi Kim Jong-il untuk setiap operasi penculikan. Apa maksud Kim Jong-il tak bisa diraba. Seperti biasa, protes, kritik, caci maki, tekanan, permintaan keterangan, juga sanksi kepada penguasa Pyongyang lebih sering dianggap sebagai angin lalu. Beberapa hari lalu, harian Tokyo Shimbun mempublikasikan 356 halaman dokumen yang konon dibuat oleh Universitas Politik Militer Kim Jong-il di Korea Utara. Dokumen itu memuat petunjuk latihan bagi intel-intel Pyongyang bagaimana menculik warga negara asing.

"Untuk menculik target, kita harus tahu alamatnya, dari mana dia masuk dan keluar rumah, jalan yang biasa dia tempuh, alat transportasi apa yang dia pakai, dan jadwal dia sehari-hari.... Jika target menolak, kita boleh membunuhnya. Kita tak boleh meninggalkan jejak sama sekali," Tokyo Shimbun mengutip satu halaman dokumen. Harian itu yakin dokumen tersebut sahih dan bisa menjadi bukti bahwa hilangnya warga Jepang merupakan operasi sistematis intel-intel dari Pyongyang.

Tentara Korea Selatan berjaga di perbatasan dengan Korea Utara. Reuters


Bukti itu menambah tekanan kepada Kim Jong-un, yang sudah hampir empat tahun menggantikan ayahnya, Jong-il. Setelah delegasi Jepang dan Korea Utara bertemu di Stockholm, Swedia, setahun lalu, investigasi kasus hilangnya warga Jepang dihidupkan kembali. "Misiku tak akan berakhir hingga korban penculikan bisa bertemu kembali dengan keluarganya," Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
, seperti dikutip Japan Times, berjanji.

Halaman 2 dari 2
(sap/hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads