Mobil van yang disediakan KJRI Darwin melaju kencang menuju luar Kota Darwin, Australia. Tujuan kami, ke suatu peternakan sapi indukan.
Pada Rabu (3/9/2015) lalu, setelah 2 jam dari Kota Darwin, mobil van yang membelah jalan tol tiba-tiba belok kiri, masuk ke daerah hutan dan savana, suasananya sangat pedesaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut Wakil Konsul Jenderal RI untuk Darwin, Arinta Puspitasari yang membuatkan janji dengan sang peternak dan menemani kami, perjalanan masih sekitar 30-40 menit lagi.
Di kanan-kiri, hanya hutan-hutan dan padang rumput yang daunnya menguning kering. Beberapa hewan berlalu lalang. Kami, jurnalis dari 2 media Indonesia, termasuk detikcom, serta Dian Islamiati Fatwa dariΒ Australia Plus ABC International yang mendampingi kami, melihat beberapa binatang berlalu lalang.
![]() |
Beberapa ekor wallaby, kangguru kecil itu melompat-lompat di pinggir semak. Sapi-sapi bertebaran, makan rumput atau mencari air. Cuaca Northern Territory (NT) sangat panas siang itu. Beberapa sapi bahkan terlihat tulang-tulangnya. Tampaknya bukan hari yang mudah buat mereka.
Beberapa burung berterbangan di langit. Banyak pula sarang semut yang menjulang sekitar 1-2 meter dengan gagahnya. Di kanan-kiri dan sejauh mata memandang, jarang ditemukan rumah. Ada bangunan pun hanya 1-2 dengan jarak yang jauh-jauh, seperti terlihat tak berpenghuni.
Perjalanan itu memang penuh kejutan. Selain bertemu binatang liar, kami menemui beberapa petak sawah padi yang hijau royo-royo. Pemandangan yang normal bila perjalanan itu dilakukan di Indonesia. Namun, sangat mentereng di antara hutan dan savana yang kering kerontang kecoklatan kurang air.
![]() |
"Ini mungkin persiapan Australia menjadi food bowl (lumbung pangan) untuk Asia dan sekitarnya," celetuk Mbak Dian, begitu sapaan akrab kami pada Dian Fatwa.
Kejutan lain, setelah menemui jalan beraspal mulus, kami melalui jalan tanah sekitar 2 kilometer, setelah itu, jalan beraspal lagi.
Beberapa saat setelah itu, kami melihat portal besi. Wakil Konjen RI Darwin, Arinta dibantu Japra, seorang rekan jurnalis turun untuk membuka portal. Mobil van yang dikemudikan Ikhsan, pria paruh baya pemilik restoran Indonesia yang membantu KJRI Darwin, melewati 3-4 portal besi dengan masing-masing jarak 1-2 km.
"Peternakan sapi di NT memang rata-rata luas. Mereka membagi tanahnya dengan paddock-paddock seperti ini," demikian jelas Arinta.
![]() |
Akhirnya, sampai lah kami di tempat peternakan yang dituju. Portal terakhir yang dibuka Arinta dan Japra, mobil van masuk ke suatu ranch luas. Terlihat 1 rumah induk sederhana dari kayu berwarna putih, dan rumah kecil lainnya.
![]() |
Di garasi depan rumah, tampak 1 mobil SUV silver yang gagah namun berbalur tanah. Tampak pula mobil hardtop 4 WD warna kuning yang lusuh. Seorang perempuan dan seorang anak keluar menyambut kami.
"Halo apa kabar? Mari masuk. Markus sudah menunggu Anda di peternakan," tutur perempuan yang mengenalkan diri bernama Maree Mounaro (46) ituΒ saat ditemui 2 media Indonesia, termasuk detikcom yang ke Australia atas undangan Australia Plus ABC International pada September 2015 lalu.
![]() |
Markus, yang disebutnya itu adalah orang yang kami tuju, suami Maree. Dari rumah induk kayu itu, kami naik van lagi sekitar 500 meter ke peternakan, di mana Markus Rathsmann (55), sang peternak, menunggu. Markus memiliki luas peternakan sampai 400 kilometer persegi atau 40.000 hektar. Sebagai pembanding, peternakan berbasis padang rumput terbesar di Indonesia saat ini berada di Padang Mengatas, Sumatera BaratΒ luas hanya 280 hektar.
Nah, bagaimana Markus mengelola peternakannya? Nantikan di artikel berikutnya.
Baca terus fokusΒ Jelajah Australia, dan ikutiΒ Hidden Quiz-nya!
Halaman 2 dari 1
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini