70 Tahun Bom Atom Nagasaki Diperingati dengan Khidmat dan Emosional

70 Tahun Bom Atom Nagasaki Diperingati dengan Khidmat dan Emosional

Yudhistira Amran Saleh - detikNews
Minggu, 09 Agu 2015 20:27 WIB
Foto: REUTERS/Kyodo
Nagasaki - Bel perdamaian berdentang, masyarakat Nagasaki, Jepang berhenti beraktivitas dan menundukkan kepala. Mereka mengingat 70 tahun lalu ketika kota mereka hancur dalam kilatan cahaya putih yang menyilaukan.

Seperti dikutip dari BBC, Minggu (9/8/2015), Nagasaki sering dilupakan dan dunia lebih fokus kepada Hiroshima. Padahal bom atom yang dijatuhkan di kota ini terbuat dari plutonium dan bahkan lebih kuat daya ledaknya.

Upacara pada hari Minggu ini berlangsung dengan khidmat dan dihadiri oleh sejumlah tamu dari 75 negara, termasuk Duta Besar AS Caroline Kennedy. Upacara dimulai dengan pembacaan deklarasi oleh anak-anak. Pukul 11.02 waktu setempat, lonceng pertanda mengheningkan cipta selama 1 menit berbunyi untuk menandai ledakan di tahun 1945.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sumiteru Taniguchi (86), orang yang selamat dari serangan bom atom, masih mengingat jelas kejadian tersebut. Dari tempat duduknya, ia menggambarkan bahwa luka-luka yang dideritanya sangat mengerikan, seperti kain yang menggantung di lengan dan punggungnya.

Namun ketika Perdana Menteri Shinzo Abe duduk didekatnya, ia memperingatkan Abe untuk tidak ikut campur mengenai konstitusi Jepang. Seketika peserta bertepuk tangan dengan kerasnya, namun Abe tidak menunjukkan emosi dan tetap menatap lurus ke depan.

Dalam pidato saat peringatan 70 tahun bom atom jatuh di Nagasaki, Abe mengatakan bahwa Jepang bertekad untuk mewujudkan dunia tanpa senjata nuklir. Dan dalam pernyataan yang dibacakan atas namanya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan bahwa Nagasaki harus menjadi yang terakhir yang melibatkan senjata nuklir.

"Nagasaki harus jadi yang terakhir. Kita tidak biarkan penggunaan nuklir di masa depan. Konsekuensi yang dihadapi oleh manusia terlalu besar, tidak ada lagi Nagasaki dan tidak ada lagi Hiroshima," ujar Ban Ki-moon dalam pernyataan yang dibacakan Abe.

Bom atom ini memiliki efek yang cepat dan menghancurkan. Bom dapat menghancurkan sepertiga kota, membunuh ribuan manusia dan menyebabkan penyakit radiasi.

Hari berikutnya, Jepang menyerah dan Perang Dunia II berakhir meskipun dua bom sejak saat itu diperdebatkan. "Kejadian itu sangat jelas. Hari yang cerah dan tiba-tiba ada cahaya yang menyilaukan," ingat Toru Mine, seorang pemandu di museum yang didedikasikan untuk acara tersebut.

"Saya kira itu guntur, tapi saya menyadari hal itu bahwa guntur ada di langit cerah, ini aneh," lanjut Toru.

Sedangkan Taniguchi hingga saat ini masih menyandang bekas luka di punggungnya. Tiga tulang rusuk yang membusuk akibat bom masih menonjol di dadanya.

"Orang di sekitar saya sekarat, namun saya tetap hidup. Namun walau hidup saya tetap menderita," katanya. (yds/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads