Malala menjadi simbol perjuangan setelah dirinya menjadi korban penembakan Taliban di Pakistan pada tahun 2012 lalu. Gadis Pakistan ini gencar menyerukan pendidikan bagi anak perempuan. Dia terus berkampanye hingga akhirnya meraih Nobel Perdamaian pada tahun 2014.
"Saya memutuskan untuk datang ke Libanon karena saya percaya bahwa suara pengungsi Suriah perlu didengar dan mereka telah diabaikan cukup lama," tutur Malala kepada Reuters, Senin (13/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini pada hari pertama saya sebagai warga dewasa, demi anak-anak dunia, saya meminta para pemimpin (dunia) agar kita berinvestasi pada buku bukannya peluru," cetus Malala dalam pidatonya saat pembukaan sekolah tersebut.
Libanon kini menjadi rumah bagi sekitar 1,2 juta pengungsi dari total 4 juta pengungsi Suriah yang melarikan diri ke negara-negara tetangga. Tercatat ada sekitar 500 ribu anak-anak pengungsi Suriah yang seharusnya masih sekolah, namun tidak mendapat pendidikan yang layak.
"Di Libanon sama seperti di Yordania, jumlah pengungsi yang ada terus meningkat malah ditolak di perbatasan. Ini sungguh tidak manusiawi dan memalukan," sebut Malala. (nvc/ita)