Roket Falcon 9 yang memiliki tinggi 63 meter ini, telah diluncurkan sebanyak 18 kali sejak digunakan pada tahun 2010 dan semuanya sukses. Misi-misi yang dijalankan roket ini, termasuk enam kali mengirimkan kargo ke luar angkasa bagi NASA dengan nilai kontrak US$ 2 miliar.
Namun perusahaan SpaceX atau Space Exploration Technologies, perusahaan yang ditemukan dan dimiliki oleh pengusaha teknologi Elon Musk telah mengalami dua kegagalan sebelumnya dalam percobaan pendaratan di sebuah landasan di lautan. Demikian seperti dilansir Reuters, Senin (29/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyebab ledakan roket pada insiden Minggu (28/6) ini belum diketahui pasti.
"Ini merupakan pukulan telak bagi kami. Kami kehilangan banyak perlengkapan penelitian dalam penerbangan ini," ujar salah satu pejabat NASA, Bill Gerstenmaier dalam konferensi pers.
Presiden SpaceX, Gwynne Shotwell menuturkan, penyelidikan atas insiden ini akan berdampak pada pengistirahatan roket Falcon 9 selama beberapa bulan ke depan.
Secara terpisah, Musk menuturkan, analisis awal mengindikasikan adanya masalah pada mesin bagian atas roket. Rencananya, roket yang memiliki ketinggian 14 lantai ini, akan mendarat di landasan khusus yang dipasang di Samudera Atlantik. Namun ternyata roket meledak di udara sebelum mencapai tujuan. Kini, tim pencari tengah berusaha mengumumkan puing-puing roket untuk dianalisis lebih lanjut. (nvc/ita)











































